Internasional

Alert! Tiap Menit 11 Orang Tewas Gegara Perang, Covid & Iklim

Yuni Astuti, CNBC Indonesia
10 July 2021 11:17
An Ethiopian woman argues with others over the allocation of yellow split peas after it was distributed by the Relief Society of Tigray in the town of Agula, in the Tigray region of northern Ethiopia, on Saturday, May 8, 2021. In war-torn Tigray, more than 350,000 people already face famine, according to the U.N. and other humanitarian groups. It is not just that people are starving; it is that many are being starved, The Associated Press found. (AP Photo/Ben Curtis)
Foto: Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan orang lain mengenai alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara, pada hari Sabtu, 8 Mei 2021. (AP/Ben Curtis)

Jakarta, CNBC Indonesia - Oxfam, organisasi nirlaba dari Inggris yang fokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, mengungkapkan data risetnya bahwa jumlah orang yang meninggal dunia karena kelaparan naik enam kali lipat pada tahun lalu, melampaui kematian akibat Covid-19.

Melansir CNBC International, Sabtu (10/7/2021), laporan Offam menyebut, sebanyak 11 orang meninggal setiap menit karena kelaparan dan kekurangan gizi, di mana porsi orang yang menderita kondisi kelaparan mengalami kenaikan sejak awal pandemi.

Hal itu disampaikan Oxfam dalam sebuah makalah berjudul "The Hunger Virus Multiplies."

Sebagai perbandingan, diperkirakan 7 orang meninggal setiap menit akibat Covid-19. Secara keseluruhan, 155 juta orang di seluruh dunia sekarang hidup dalam tingkat krisis pangan, jumlah itu naik 20 juta orang dari tahun lalu.

Perang dan konflik tetap menjadi penyebab utama kelaparan, mewakili dua pertiga kematian terkait kelaparan secara global.

Namun, timbulnya pandemi dan guncangan ekonomi akibat Covid-19, serta krisis iklim yang memburuk, telah mendorong puluhan juta orang kelaparan, catat laporan itu.

Harga pangan global juga melonjak 40%, yang merupakan kenaikan tertinggi dalam lebih dari 10 tahun, kata laporan itu.

"Statistiknya mengejutkan, tetapi kita harus ingat bahwa angka-angka ini terdiri dari individu-individu yang menghadapi penderitaan yang tak terbayangkan. Bahkan satu orang terlalu banyak," kata Presiden dan CEO Oxfam America Abby Maxman.

Oxfam menyebut negara-negara yang dilanda perang seperti Afghanistan, Ethiopia, Sudan Selatan, Suriah, dan Yaman di antara titik-titik kelaparan terburuk di dunia.

"Kelaparan terus digunakan sebagai senjata perang, merampas makanan dan air warga sipil dan menghambat bantuan kemanusiaan," kata Maxman.

"Orang-orang tidak dapat hidup dengan aman atau menemukan makanan ketika pasar mereka dibom dan tanaman serta ternak dihancurkan."

Sementara itu, kerawanan pangan telah meningkat sebagai "pusat kelaparan yang muncul", seperti India, Afrika Selatan, dan Brasil, beberapa negara yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19.

Bahkan negara-negara dengan sistem pangan yang relatif tangguh, seperti AS, juga turut merasakan penderitaan karena diguncang oleh pandemi dan guncangan iklim baru-baru ini, catat laporan itu.

Dalam setiap kasus, ada beberapa kelompok yang akan terkena dampak alias kelompok rentan yaitu perempuan, pengungsi dan pekerja informal.

"Kelompok terpinggirkan paling terpukul oleh konflik dan kelaparan. Wanita dan anak perempuan terlalu sering makan terakhir dan paling sedikit. Mereka menghadapi pilihan yang mustahil, seperti harus memilih antara pergi ke pasar dan berisiko diserang, atau tinggal di rumah dan melihat keluarga mereka kelaparan," katanya.

Lonjakan kematian terkait kelaparan terjadi selama satu tahun di mana pengeluaran militer global naik US$ 51 miliar atau setara Rp 785 triliun (kurs Rp 14.500/US$), cukup untuk menutupi enam setengah kali apa yang dikatakan PBB untuk menghentikan orang kelaparan.

Sementara itu, kekayaan 10 orang terkaya di dunia meningkat sebesar US$ 413 miliar atau Rp 5.988 triliun di tahun lalu atau 11 kali lipat dari perkiraan biaya PBB untuk bantuan kemanusiaan global.

"Pemerintah harus menghentikan konflik agar tidak terus memicu bencana kelaparan dan sebagai gantinya memastikan lembaga bantuan menjangkau mereka yang membutuhkan," kata Maxman.

"Kami membutuhkan AS untuk mengambil peran utama dalam mengakhiri krisis kelaparan ini dengan mendorong diakhirinya konflik yang mendorong bencana kelaparan ini, menyediakan dana penting untuk membantu menyelamatkan nyawa sekarang, dan membantu masyarakat membangun masa depan yang aman."


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article WHO Serang Data Covid China, Ada Apa Xi Jinping?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular