IKK Juni Moncer, tapi Awas Berpeluang Drop Lagi Bulan Depan!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 July 2021 15:55
Suasana Penjualan Obat dan Alat Kesehatan di Pasar Pramuka. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Suasana Penjualan Obat dan Alat Kesehatan di Pasar Pramuka. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hari ini menjadi angin segar tambahan bagi pasar modal. Namun, harap hati-hati, angin ini tidak akan bertahan lama di tengah tingginya kasus Covid-19 yang memicu pengetatan aktivitas masyarakat.

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), IKK pada Juni 2021 berada di 107,4 atau naik jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 104,4. IKK di atas angka 100 mengindikasikan optimisme, dan sebaiknya di bawah 100 menunjukkan pesimisme.

Ini merupakan yang ketiga kali bagi IKK Indonesia berada di area optimistis secara beruntun. Hal ini wajar terjadi mengingat indikator perekonomian sepanjang kuartal kedua tahun ini cenderung menjanjikan, di mana pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 7-8%.

Secara triwulanan, IKK tersebut tercatat lebih tinggi dari posisi triwulan I-2021 yang sebesar 88 (atau masih pesimistis), maupun pada triwulan II 2020 yang juga masih pesimistis di angka 82,1. Bisa dikatakan kuartal kedua semestinya menjadi titik balik konsumsi masyarakat.

"Hal ini juga mempertimbangkan hasil SK yang mengindikasikan penguatan optimisme konsumen pada Juni 2021 tersebut terutama didorong oleh persepsi konsumen yang membaik terhadap kondisi ekonomi saat ini, meski masih berada pada area pesimis (<100)," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis pada Kamis (8/7/2021).

Dengan demikian, survei tersebut menunjukkan bahwa konsumen Indonesia kian optimistis dengan prospek ekonomi dan yakin akan berbelanja lebih. Keyakinan konsumen terpantau membaik pada seluruh kategori tingkat pengeluaran dan kelompok pendidikan, serta pada mayoritas kelompok usia responden.

Secara spasial, keyakinan konsumen membaik di delapan kota yang disurvei, di mana keyakinan tertinggi dicetak di salah satu provinsi terpadat nasional yakni Banten (Jawa Barat), diikuti oleh Denpasar dan Mataram yang merupakan pusat industri pariwisata nasional.

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di kota-kota tersebut yakin bahwa pembatasan sosial bakal kian dikurangi, sehingga aktivitas masyarakat termasuk belanja mereka akan kembali ke titik normal. Demikian juga halnya pariwisata.

Rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi pada Juni 2021 terpantau sedikit menurun dari bulan sebelumnya, yaktu dari 75,8% menjadi 75,5%. Sementara itu, rerata rasio pembayaran cicilan/utang sebesar 9,6% atau tidak berubah dari bulan sebelumnya.

Di sisi lain, proporsi pendapatan yang disimpan (saving to income ratio) tercatat 14,9%, atau sedikit meningkat dibandingkan dengan sebelumnya (14,6%). Hal ini mengindikasikan bahwa likuiditas atau amunisi untuk berbelanja sebenarnya sudah tersimpan, menunggu dipakai.

Satu-satunya risiko yang membayangi IKK Indonesia tentu saja perkembangan pandemi Covid-19 yang kian hari kian memburuk sehingga Indonesia berulangkali mencetak rekor kasus harian tertinggi yang baru. Menurut data Worldometers, Indonesia juga menjadi negara dengan kasus harian tertinggi sedunia.

Terakhir per Rabu (7/7/2021), kasus baru Covid-19 bertambah 34.379 pasien dalam sehari. Sebanyak 1.040 orang meninggal dunia dalam sehari, sehingga total angka kematian akibat Covid-19 selama pandemi mencapai 62.908 orang.

DKI Jakarta menyumbang kasus harian terbanyak, yaitu sebesar 9.366. Selanjutnya Jawa Barat 8.591 kasus, Jawa Tengah 3.823 kasus, DIY 1,370 kasus, dan Jawa Timur 2.584 kasus. Tak hanya menyumbang kasus positif terbanyak, kelima provinsi tersebut juga menyumbang tambahan kasus meninggal terbanyak.

Imbasnya, tentu saja, adalah pengetatan aktivitas masyarakat guna mengerem penyebaran. Pemerintah telah mengumumkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang kini ditambah embel-embel Darurat. Penyekatan dilakukan di Ibu Kota, dan di kota-kota besar di Indonesia yang mencetak kenaikan kasus.

Saat ini, 43 kota besar di Indonesia melakukan kebijakan tersebut. Mal di Jakarta dipaksa tutup, pedagang kaki lima pun dirazia, mulai dari tukang sate, tukang bubur, hingga pedagang kaki lima di ajang lomba burung. Hal ini tentu saja akan membuat orientasi belanja masyarakat menjadi berubah, bukan lagi kebutuhan sekunder dan tersier, melainkan primer.

Mereka yang bukan karyawan akan kembali mengetatkan ikat pinggang, sementara para karyawan memilih belanja kebutuhan esensial. Tren menabung akan kembali berlanjut, dan situasi ini berpeluang memicu penurunan optimisme masyarakat akan prospek ekonomi, dan juga optimisme mereka untuk membelanjakan dananya untuk keperluan konsumtif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai gelombang kedua Covid-19 di Indonesia bakal berpengaruh buruk pada perekonomian kuartal III, sehingga dia memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada periode itu akan berkisar 4%-4,6% jika kondisi berlarut-larut.

BI pun secara implisit telah mengingatkan risiko tersebut. Dalam pernyataan resminya, bank sentral nasional ini mengingatkan pemerintah untuk mencermati kondisi pandemi sekarang, agar tidak terjadi kenaikan kasus lebih jauh.

"Kondisi ini perlu terus dijaga dan dicermati sejalan diterapkannya PPKM Darurat guna mengatasi kenaikan Covid-19 di Indonesia," tulis BI dalam keterangan resminya.

Dan pasar saham pun kembali terkoreksi pada sesi kedua, sebesar 0,07% menjadi 6.039,896, setelah pada sesi pertama melesat dibantu sentimen positif dari IKK dan dari positifnya bursa Amerika Serikat (AS). Virus Delta mengubah semua peta keadaan, termasuk prospek IKK ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular