
Satu Kata Kunci Sri Mulyani untuk 2022: Ketidakpastian!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menyelesaikan pandemi covid-19 ternyata tak sesederhana itu. Bila dulu ada pejabat yang bilang virus ini layaknya flu biasa, semoga hidupnya tidak tenang, karena kini lebih dari 700 orang meninggal setiap harinya.
Tahun 2020 telah terlewati dengan penuh tekanan. Tahun ini, ekonomi yang diperkirakan masuk ke fase pemulihan juga kembali tertekan akibat ledakan kasus covid pasca Lebaran, ditambah dengan kehadiran varian baru yang lebih ganas. Tahun 2022 tidak ada yang tahu akan seperti apa, sehingga disebut lagi ketidakpastian.
Hal ini diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) 2022, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpaksa meraba-raba, karena tidak tahu musuh bernama covid tersebut berhenti menyerang.
Meskipun pada akhirnya kerangka yang mencakup rentang asumsi perekonomian tahun depan itu berhasil disepakati sesuai jadwal.
![]() |
"Capaian ini tidak mudah, mengingat RAPBN 2022 disusun dengan faktor ketidakpastian yang tinggi dalam masa pandemi," kata Sri Mulyani dalam keterangan di akun Instagram yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (6/7/2021)
Acuan yang dipakai untuk merancang KEM PPKF sangat terbatas. Pemerintah hanya memiliki realisasi ekonomi Semester I 2021 dan covid masih terus menggila di luar sana. Sementara kebijakan harus disusun agar bisa memulihkan kembali masyarakat yang sudah jatuh terpuruk.
Pemerintah tidak bisa hanya dorong gas sekencang-kencangnya. Dalam teorinya, semakin kencang pemerintah mendorong ekonomi, mobilitas penduduk ikut menanjak dan ini bisa menimbulkan risiko penularan kembali. Sehingga ada kalanya tuas rem ditarik seperti PPKM darurat yang berlangsung pada hari ini.
Di sisi lain, pemerintah harus memikirkan bagaimana kembali meletakkan APBN di jalur semula. Di mana defisit anggaran tidak boleh lebih dari 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau pemerintah punya rencana untuk memperpanjang pelebaran defisit setelah 2023.
"Pengelolaan fiskal juga akan dikelola secara pruden dan berkelanjutan dengan konsolidasi fiskal secara bertahap, dan defisit diharapkan dapat kembali ke maksimal 3% dari PDB pada 2023," paparnya.
Halaman Selanjutnya >> RAPBN 2022