Bukti Mahalnya Ongkos Basmi Covid, Bisa Tembus Rp 1.000 T

Lidya Julita Sembiring & Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
06 July 2021 07:40
Infografis: Instruksi Jokowi: Bansos Harus Cair Pekan Ini!
Foto: Infografis/Instruksi Jokowi: Bansos Harus Cair Pekan Ini!/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat baru saja dimulai. Belum ada efek yang terlihat terhadap penyebaran kasus covid, tapi mahalnya ongkos yang harus ditanggung negara sudah bisa dihitung.

Pada Senin (5/7/2021), Kementerian Kesehatan mencatat penambahan kasus Covid-19 sebanyak 29.745 dan menyentuh rekor tertinggi. Dengan begitu total kasus Covid-19 di tanah air mencapai 2.313.829 orang.

Sementara itu pasien yang sembuh dari penyakit ini bertambah 14.416 orang sehingga totalnya 1.942.690 orang. Sayangnya kasus kematian akibat Covid-19 juga terus bertambah 558 sehingga totalnya 61.140 orang.

Rapat kabinet terbatas yang diselenggarakan siang tadi memutuskan adanya pemangkasan anggaran Kementerian Lembaga (KL) sebesar Rp 26,2 triliun. Anggaran yang dianggap tidak penting langsung dialihkan ke penanganan Covid-19, baik sisi kesehatan maupun perlindungan sosial.

Pemangkasan akan jatuh pada belanja honorarium, perjalanan dinas, paket rapat, belanja jasa, bantuan kepada masyarakat/pemda yang bukan arahan Presiden, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan dan peralatan/mesin, sisa dana lelang dan anggaran dari kegiatan yang dikontrakkan.

Dalam catatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, per 4 Juli 2021, total belanja KL baru terealisasi Rp 458,1 triliun dari total Rp 1.087,4 triliun. Sehingga masih tersisa Rp 629,4 triliun. Sri Mulyani memastikan aktivitas KL tidak akan terganggu meskipun ada pemangkasan.

Dana yang dipangkas tersebut langsung dialihkan ke kebutuhan perlindungan sosial yang dinaikkan menjadi Rp 149,08 triliun, kesehatan naik menjadi Rp 185,98 triliun dan insentif usaha yang naik menjadi Rp 62,83 triliun.

"Semua anggaran ini akan direfokusing ke penanganan covid," tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual usai rapat kabinet terbatas.

Akan tetapi ternyata tidak cukup sampai di situ. Sore harinya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan adanya usulan baru mengenai tambahan dana penanganan covid dan pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 225,4 triliun.

Tambahan anggaran ini untuk sisi kesehatan sebesar Rp 120,72 triliun, program prioritas Rp 10,89 triliun, perlindungan sosial Rp 28,7 triliun dan insentif usaha Rp 15,2 triliun serta dukungan untuk UMKM sebesar Rp 50,04 triliun.

Dana yang sudah dianggarkan saat ini adalah Rp 699,43 triliun. Artinya bila dijumlahkan dengan usulan yang baru, maka bisa mencapai Rp 924,83 triliun. Nyaris mencapai Rp 1.000 triliun.

Hal ini membuktikan betapa mahalnya ongkos yang harus ditanggung negara akibat kelalaian menangani penyebaran covid-19. Sejak awal tahun, sudah ada dua kali lonjakan kasus dan pemerintah hanya otak-atik nama dari kebijakan yang dijalankan.

"Inilah ongkos yang harus kita bayar sangat mahal tatkala PPKM Darurat terjadi ketika sistem kesehatan kita sudah collaps," ungkap Ekonom Senior Faisal Basri.

Opsi pemangkasan adalah keputusan yang tepat. Akan tetapi untuk mendapatkan dana yang besar, maka pemangkasan harusnya lebih besar lagi. Khususnya pada pagu yang dianggap tidak prioritas seperti pembelian alutsista oleh Kementerian Pertahanan.

"Anggarannya, saya percaya kalau soal uang ada, ini tinggal politik anggaran saja kan," terang Faisal. Pagu Kemenhan memang salah satu yang tertinggi, di atas Rp 100 triliun.

Selain pemangkasan adalah penambahan utang. Sementara defisit APBN harus kembali ke bawah 3% terhadap PDB pada 2023 mendatang dari posisinya sekarang yang masih di atas 5% terhadap PDB. Kecuali pemerintah ada niat untuk memperpanjang beberapa tahun lagi.

"Jadi inilah ongkos yang sangat mahal yang dibayar yang menyebabkan recovery ekonomi makin lama. Kita sudah selama ini paling lambat dan akan makin lama, defisit anggaran akan meningkat lagi, penerimaan pajak akan turun, angka pengangguran akan naik," papar Faisal.

"Jadi bukan menuju pada pemulihan sebelum covid ya, tapi kita masih jauh dari kondisi sebelum covid," tegasnya.

Pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi 2021 dari 5% menjadi 3,7 - 4,5% dengan asumsi lonjakan covid bisa terselesaikan di bulan Juli. Faisal sendiri memperkirakan tidak akan lebih dari 4%.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular