
Luhut Hingga BGS Ungkap Biang Kerok Krisis Tabung Oksigen RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Koordinator PPKM Darurat Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui ada masalah perihal ketersediaan tabung oksigen untuk penanganan pasien Covid-19 di sejumlah daerah. Kendati demikian, Luhut memaparkan kendala-kendala mulai tertangani.
"Jadi tadi mengenai oksigen, memang di beberapa tempat ada yang kurang tapi segera kita atasi. Dan kita malah ada sudah mengimpor saya kira sekarang on going, juga mengenai botol-botol juga dan sebagainya, itu saya kira sudah kami kerjakan. Dan sekaligus kita membangun distribusinya ini," ujarnya dalam konferensi pers peluncuran layanan telemedicine untuk pasien isolasi mandiri secara virtual, Senin (5/7/2021).
Luhut mengungkapkan, masalah tabung oksigen untuk penanganan Covid-19 tak lepas dari lonjakan peningkatan kebutuhan.
"Jadi sempat distribusinya tuh agak tersendat. Memang ada sedikit kekurangan tapi sekarang dengan pengaturan dari 5 produser oksigen kita minta 100% sekarang dikasihkan kepada masalah kesehatan," katanya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kapasitas produksi oksigen nasional setiap tahun mencapai 866 ribu ton. Namun, total utilisasi semua pabrik di Indonesia hanya 74%.
"Jadi yang riil yang diproduksi setiap tahun adalah 640 ribu ton per tahun. Dari itu, sekitar 75% dipakai untuk oksigen industri seperti industri baja, smelter nikel, kemudian smelter tembaga itu 458 ribu ton per tahun. Yang medis hanya 25%, 181 ribu ton per tahun," ujar BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI secara virtual, Senin (5/7/2021).
Lebih lanjut, dia mengatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita agar dilakukan konversi dari industri ke medis.
"Itu diberikan sampai 90%. Jadi sekitar 575 ribu ton per tahun produksi oksigen dalam negeri akan dialokasikan untuk medis," kata BGS.
Eks Wakil Menteri BUMN itu pun menyadari ada masalah dari sisi distribusi. Sebab, mayoritas produsen berada di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hal lain adalah kebanyakan RS, lantaran tambahan kamar-kamar darurat, tidak menggunakan tabung oksigen yang bersifat likuid.
"Sehingga kita juga melihat ada sedikit isu di distribusi yang tadinya bisa kita kirimkan truk besar langsung masukkan ke tangki besar likuid untuk didistribusikan dengan jaringan oksigen sekarang harus dilakukan dalam bentuk tabung. Sehingga kita juga dengan menperin sudah berkoordinasi untuk melakukan impor tabung 6m3 dan 1m3 untuk memenuhi ruang-ruang darurat tambahan yang ada di RS," ujar BGS.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Miris, Menkes Ungkap Fenomena Orang Menengah Atas Nyetok Obat
