Ratusan Orang Meninggal Tiap Hari Saat Jokowi Utak-atik PPKM!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 July 2021 11:55
Pemakaman COVID-19 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa, (2/3/2021). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pemakaman COVID-19 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa, (2/3/2021). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kendati demikian, sejumlah epidemiolog memandang, upaya pemerintah menghalau penularan kasus Covid-19 dengan cara PPKM Darurat sekali pun tidak akan berhasil. Karena pada akhirnya, kebijakan ini hanya soal pergantian nama saja, dan sudah seringkali dilakukan pemerintah selama ini.

Sehingga, upaya pembatasan wilayah atau lockdown secara regional dinilai akan lebih efektif dalam menekan lonjakan kasus penularan Covid-19 sekarang ini.

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, PPKM Mikro Darurat tidak akan berbeda signifikan seperti penerapan PPM Mikro sebelumnya.

Karena jelas PPKM sebelumnya tidak terbukti signifikan menurunkan angka reproduksi. Bahkan sekarang angka reproduksi nasional 1,40 dan sebelumnya di Januari itu 1,19. Terus meningkat dan growth rate meningkat di sekitar 50%.

"Kenapa ini sekarang digaungkan Lockdown, karena potensi perburukan, akan memakan korban jiwa dan kolapsnya layanan rumah sakit di akhir Juli sampai pertengahan Agustus. Dengan angka-angka cukup serius dan mengerikan dari sisi proyeksi," jelas Dicky kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/6/2021).

"Kalau kita bicara sains dan percaya pada sains, kita harus merujuk itu (lockdown)," kata Dicky menegaskan.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Hermawan Saputra. Dirinya dengan lugas mengatakan hanya lockdown lah cara paling efektif untuk menekan ganasnya penularan virus corona saat ini.

Dari sisi jenis virus, kata Hermawan saat ini sudah berbeda dari jenis virus yang sebelumnya. Virus kali ini lebih cepat berkembang dan menular kepada masyarakat.

"Cara yang paling logis memutus mata rantai adalah lockdown secara regional. Misalnya di Jawa, dan bisa bertahap sewaktu-waktu ke depan misalnya harus di Sumatera, Kalimantan, dan seterusnya," jelas Hermawan.

(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular