
CPO Melonjak, Dana Sawit Terkumpul Sampai Rp3 T/Bulan

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana pungutan ekspor minyak sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) melonjak sampai 2x lipat akibat kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, paling tidak dalam satu bulan dana yang terkumpul dari pungutan ekspor sawit kini telah melonjak menjadi sekitar Rp 3 triliun per bulan dari biasanya Rp 1,5-2 triliun per bulan.
"Yang pasti setiap bulan paling tidak BPDP Kelapa Sawit bisa menerima kalau gak salah Rp 1,5-2 triliun per bulan. Kalau gak salah, sekarang bisa sampai Rp 3 triliun karena harga sedang tinggi, sehingga tentu saja dengan harga yang tinggi penyerapan pungutan ekspor akan semakin tinggi," paparnya dalam diskusi daring Tempo bertema 'PSR & Peningkatan Industri Sawit Nasional', Rabu (30/06/2021).
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, harga CPO terus menanjak sejak awal tahun hingga sempat menembus di atas US$ 1.000 per ton pada Mei 2021 lalu.
Pada perdagangan CPO di Bursa Malaysia Derivatif Exchange 6 Mei 2021 lalu, harga kontrak pengiriman Juli menembus MYR 4.186 per ton atau sekitar US$ 1.008 per ton. Ini merupakan harga tertinggi dalam kurun waktu lebih dari satu dekade terakhir atau 10 tahun terakhir ini.
Harga CPO melonjak tajam hari ini, Rabu (30/06/2021). Maklum, harga komoditas tersebut sudah anjlok lumayan dalam. Pada Rabu (30/6/2021) pukul 10:00 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia berada di MYR 3.648 per ton atau sekitar US$ 878,5 per ton. Melonjak 2,67% dari hari sebelumnya.
Kenaikan ini adalah oasis di tengah tren koreksi harga CPO. Walau hari ini melesat, tetapi dalam sebulan ke belakang harga masih ambles 6,92%.
Pada perdagangan kemarin, Selasa (29/06/2021), harga CPO diperdagangkan di level MYR 3.506 per ton. Pekan lalu harga CPO terhitung menguat 2,8% berkat optimisme pemulihan ekonomi dunia yang ditandai laporan lonjakan ekspor CPO per Mei sebesar 47,3% secara tahunan.
Berdasarkan Perpres No. 66 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Perpres No. 61 Tahun 2015 tentang Dana Perkebunan Kelapa Sawit, di dalam Pasal 11 Ayat (3) dana yang terhimpun digunakan untuk beberapa hal, di antaranya pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit, penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, promosi perkebunan kelapa sawit, peremajaan perkebunan kelapa sawit, dan terakhir sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
"Sarana prasarana kelapa sawit di antaranya sarana prasarana stabilisasi harga melalui biodiesel dan tentu saja dana yang dikumpulkan adalah berdasarkan pungutan ekspor setiap ton ekspor sawit, CPO dan turunannya," jelas Musdhalifah.
Lebih lanjut dia mengatakan, dana pungutan ini juga ditujukan untuk menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) karena diskriminasi sawit.
"Kita ke WTO komplain, dibiayai kelapa sawit karena hire lawyer yang ada di tataran global," ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa RI ingin mempertahankan kelapa sawit dan menjaga eksistensinya di pasar global. Oleh karena itu, riset dan pengembangan sangat diperlukan untuk menghadapi kampanye hitam (black campaign) atas minyak sawit.
"Kita pembuktian scientist, perbaikan di segala hal," lanjutnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Subsidi Biodiesel Tahun Ini Diperkirakan Masih Tinggi
