(Kalau) PPKM Darurat Ditetapkan, Bersiap Badai Pengangguran!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 June 2021 10:10
Penjemputan Pasien Covid-19.
Foto: Penjemputan Pasien Covid-19. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih mengkhawatirkan. Perkembangan ini membuat pemerintah dikabarkan siap memperketat pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat.

Per 29 Juni 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan pasien positif corona di Indonesia berjumlah 2.156.465 orang. Bertambah 20.467 orang dari hari sebelumnya. Sudah empat hari beruntun kasus bertambah lebih dari 20.000 per hari hari.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 16.340 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 7.227 orang saban harinya.

Kehadiran virus corona varian baru membuat penyebaran semakin mudah, cepat, dan luas. Ini terlihat dari angka rasio positif (positivity rate), semakin banyak kasus terkonfirmasi dari jumlah tes.

Pada 29 Juni 2021, positivity rate tercatat 22,3%, tertinggi sejak 24 Februari 2021. Artinya, dari empat orang yang diuji satu di antaranya positif terjangkit virus corona. Ini tentu sangat mengkhawatirkan.

Tenaga kesehatan sudah sangat kewalahan menghadapi lonjakan pasien. Beban sistem kesehatan Tanah Air tergambar jelas di angka kasus aktif.

Per 29 Juni 2021, angka kasus aktif berada di 228.835 orang, rekor tertinggi sejak pasien pertama diumumkan pada 1 Maret 2020. Sudah empat hari berturut-turut kasus aktif bertambah lebih dari 10.000 setiap harinya.

Halaman Selanjutnya --> Pemerintah Tempuh PPKM Darurat?

Oleh karena itu, beredar kabar bahwa pemerintah akan mengetatkan pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Kebijakan ini (katanya) diberi nama Pemberlakuan Pembatasan Kegatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang berlaku ketika kasus harian bertambah 20.000 seperti yang terjadi saat ini. PPKM Darurat disebut-sebut berlaku mulai 2-20 Juli 2021.

Dalam skema PPKM Darurat, karyawan yang masuk kantor hanya diizinkan maksimal 25% di zona merah dan oranye. Sementara di zona lain boleh 50%.

Kemudian pusat perbelanjaan dan restoran hanya boleh beroperasi hingga pukul 15:00. Pengunjung pun dibatasi maksimal 25%.

Kebijakan ini (jika berlaku) bertujuan mulia yaitu menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia. Satu nyawa tidak ada nilainya, sangat berharga untuk diselamatkan.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa harga yang akan dibayar bakal sangat mahal. Ekonomi akan 'mati suri'.

Dunia usaha sudah mengeluh biaya operasional tidak akan tertutup oleh pendapatan kalau hanya boleh beroperasi hingga pukul 17:00. Daripada terus merugi, lebih baik tutup dulu.

"Mending tutup total kalau di mal, artinya tutup jam 5 kerugian besar sekali. Sekarang persoalannya kerugian yang besar ini, siapa yang mau menanggung itu? Apa seluruhnya dibebankan ke pengusaha yang ujung-ujungnya bangkrut semua?" kata Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin.

Efisiensi besar-besaran harus dilakukan dunia usaha agar bisa bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan merumahkan, memangkas upah, atau bahkan menjatuhkan vonis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan.

Apalagi sektor perdagangan serta akomodasi makan-minum adalah sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Per Februari 2021, sektor perdagangan menyerap 19,2% dari total angkatan kerja sementara akomodasi makan-minum adalah 6,99%.

nakerSumber: BPS

Artinya, lebih dari seperempat penduduk Indonesia yang bekerja mencari nafkah di dua sektor tersebut. Ada lebih dari 34 juta orang yang menggantungkan hidup bekerja di sektor perdagangan dan akomodasi makan-minum.

Ketika terjadi pengurangan gaji atau (amit-amit) PHK, maka daya beli dari seperempat pekerja di Indonesia akan terpukul. Separuh dari angka itu sudah lebih dari 17 juta orang, jumlah yang sama sekali tidak sedikit.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Jangan PPKM Ketat! Ini Caranya Bikin Covid-19 Endgame

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular