
Berani Jujur, Hebat! Ini Bukti Orang RI Makin Benci Korupsi

Jakarta, CNBC Indonesia - Mewujudkan tatanan masyarakat yang anti terhadap perilaku korupsi merupakan tujuan bersama setiap bangsa, termasuk Indonesia. Mendorong perilaku anti-korupsi di Indonesia masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam RPJMN, pemerintah mematok angka Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) di 4,03. Skala IPAK berada di kisaran 0-5. Semakin mendekati nol artinya masyarakat semakin permisif terhadap korupsi. Sebaliknya semakin mendekati angka 5 artinya masyarakat anti terhadap korupsi.
Angka IPAK di tahun 2021 berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) berada di 3,88. Angkanya naik 0,04 poin dibandingkan dengan tahun lalu. Tren peningkatan IPAK terjadi sejak tahun 2012 yang menunjukkan adanya perbaikan.
IPAK mengukur dua hal yaitu Indeks Persepsi Korupsi dan Indeks Pengalaman terhadap Korupsi. Pada 2021, Indeks Persepsi mengalami kenaikan dari 3,68 tahun lalu menjadi 3,83 tahun ini.
Artinya masyarakat Tanah Air memandang berbagai tindakan korup di lingkungan keluarga, komunitas hingga lingkup publik sebagai sesuatu yang tidak wajar.
Namun Indeks Pengalaman cenderung turun dari 3,91 menjadi 3,9. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengalaman masyarakat terhadap perilaku korupsi yang meningkat di lingkup pelayanan publik.
Peningkatan kesadaran masyarakat akan kejahatan dari tindak korupsi seharusnya dibarengi dengan penurunan intensitas kasus korupsi di berbagai kalangan tak memandang siapapun itu.
Sebab itu, pemerintah sebagai pemangku kebijakan seharusnya memberikan law enforcement bagi berbagai bentuk tindakan korup seperti penyuapan, gratifikasi, pemerasan hingga nepotisme.
Penguatan lembaga serta menjaga independensi lembaga seperti KPK sangatlah diperlukan. Di sisi lain pemerintah juga harus memberikan jaminan hukum berupa perlindungan terhadap pelapor yang menemukan atau mengalami kasus tindak pidana korupsi.
Supremasi hukum juga harusnya ditegakkan dan tidak tajam ke bawah tumpul ke atas. Siapapun pelaku korupsi harus ditindak tegas sesuai dengan amanat undang-undang yang berlaku.
Tindakan korupsi di Indonesia masih dipandang buruk di mata internasional. Berdasarkan studi International Transparency 2020, Indonesia berada di peringkat 102 dari kurang lebih 180 negara yang disurvei terkait indeks persepsi korupsinya.
Skor Indonesia berada di angka 37 bersama Gambia menduduki posisi tersebut. Satu peringkat di atas Indonesia ada Kazakhstan. Jika dibanding negara tetangga, nilai indeks persepsi korupsi RI juga terbilang tak terlalu bagus.
Singapura berada di peringkat 3 dengan skor 85. Malaysia berada di peringkat 57 dengan skor 51. Indonesia hanya lebih baik dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 104. Sementara Filipina berada di peringkat 115.
Itu artinya korupsi masih menjadi salah satu hal yang harus diberantas karena dampaknya terhadap ekonomi jelas negatif. Berdasarkan kajian Dana Moneter Internasional (IMF) perilaku korupsi berdampak pada penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Korupsi menyebabkan ekonomi biaya tinggi dalam suatu negara. Korupsi akan menghambat investasi masuk karena biaya yang tinggi cenderung tidak efisien dan berbanding terbalik produktivitas.
Tindakan korupsi di lingkungan masyarakat terutama di lingkungan pejabat publik hanya akan membebani anggaran. Hal ini hanya akan berdampak pada subsidi dan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran sehingga semakin memperburuk kesenjangan yang terjadi.
Tentu saja sebagai masyarakat kita semua berharap bahwa kasus korupsi walaupun susah diberantas tetapi perlu terus diminimalkan agar kasus-kasus seperti korupsi ekspor benur lobster hingga bansos oleh mantan menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terulang lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Peringatan Moeldoko: Nekat Korupsi, Pasti Disikat Habis!