Pandemi Belum Usai, Sederet Masalah Ini Ancam Ekonomi RI!

News - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
15 June 2021 08:50
Kamala Harris Wakil Presiden Amerika Serikat (AS). (AP/Jonathan Ernst) Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) mengungkapkan mulai mengantisipasi adanya pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan sudah siap siaga mengatur strategi dari ancaman tersebut.

Sri Mulyani menjelaskan, ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat memicu arus modal asing keluar (capital outflow) di negara berkembang, termasuk Indonesia, yang akan menekan nilai tukar rupiah dan pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Percepatan pemulihan ekonomi AS tersebut salah satunya tercermin dari inflasi AS yang lebih besar dari target 2%, di mana pada Mei 2021 lalu, inflasi AS berada pada posisi 5%.

"Dampak rambatan kondisi tersebut terhadap perekonomian domestik, berpotensi menurunkan daya dukung investor global terhadap pembiayaan fiskal melalui SBN," jelas Sri Mulyani.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, penyesuaian imbal hasil (yield) SBN untuk menjaga daya tarik SBN dan stabilitas nilai tukar rupiah dapat mengurangi minat bank untuk menyalurkan kredit yang diperlukan bagi pemulihan ekonomi.

Terlebih, kata Sri Mulyani, tidak selamanya pemerintah bisa bergantung dari pembelian SBN oleh Bank Indonesia (BI).

"Saat ini kami masih memiliki SKB I dengan Pak Gubernur BI (Perry Warjiyo) dan untuk itu BI bisa melakukan beberapa langkah sebagai standby buyer (SBN). Tapi, ini tentu bukan sesuatu yang akan seterusnya jadi kami juga perlu untuk terus kembalikan penguatan dari sektor fiskal kita dan potensi pembiayaan," ujarnya.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, akan tetap mewaspadai potensi pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed. Sektor tenaga kerja di AS juga menjadi perhatiannya. Pasalnya, di AS sudah mulai adanya penurunan klaim pengangguran menjadi 376 ribu pekan lalu.

Penurunan klaim pengangguran di AS tersebut, kata Sri Mulyani, berpotensi mengerek upah lantaran perusahaan akan berlomba mencari tenaga kerja. Kenaikan upah, kata dia, tentunya akan mengerek kembali inflasi AS pada periode berikutnya.

"Ini hal yang terus kami waspadai, karena meskipun kejadian di AS tapi respons policy (kebijakan) The Fed akan memberikan pengaruh pada seluruh dunia. Biasanya kalau terjadi kenaikan suku bunga di AS berarti capital flow ke negara emerging sangat terpengaruh," tuturnya.

Senada, juga disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang hadir dalam kesempatan yang sama. Perry mengungkapkan kondisi pemulihan ekonomi di AS telah meningkat pesat. Ini karena adanya vaksinasi, didukung adanya stimulus jumbo yang diberikan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.

Stimulus tersebut akhirnya berdampak terhadap kenaikan inflasi dan menyebabkan surat utang pemerintah AS (US Treasury) cukup tinggi 1,6% dari sebelumnya hanya 1,2% - 1,3%.

Oleh karena itu, kata Perry, BI bersama pemerintah terus melakukan pendalaman pasar untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dan stabilisasi SBN.

"Itu juga berdampak pada stabilitas eksternal kita. Terjadi outflow, kenaikan terhadap nilai tukar rupiah, kenaikan yield SBN. Kami bersama Bu Menkeu terus melakukan langkah stabilitas tidak hanya nilai tukar, tapi juga stabilisasi SBN," jelas Perry.


Halaman Selanjutnya >> Dana Asing Sulit Balik ke RI

Dana Asing Sulit Balik ke RI
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2 3 4

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading