
Simak! Sri Mulyani Hingga Yellen Bicara Soal Pajak Global

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara yang tergabung dalam Group of Seven atau G7 pada pekan lalu telah menyepakati untuk menetapkan pajak minimum global sebesar 15%. Selanjutnya, hasil dari kesepakatan ini akan dibahas juga bersama negara G20 yang didalamnya ada Indonesia.
Lima menteri keuangan dunia pun mengungkapkan alasan mengapa pajak minimum global ini dibutuhkan yang dirilis oleh The Washington Post pada Kamis (10/6/2021).
Kelima menteri ini adalah Menteri Keuangan Meksiko Arturo Herrera Gutiérrez, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan AS Janet Yellen, Menteri Keuangan Afrika Selatan Tito Mboweni dan Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz.
"Kami melihat ada kekhawatiran mendesak yang dapat mengancam perekonomian kita meski ada perbedaan (tekanan)," ujar para menkeu.
Pertama, perbedaan kondisi setiap masyarakat dalam menghadapi pandemi. Di mana orang kaya dan badan usaha akan jauh lebih baik dibandingkan masyarakat miskin dan UMKM. Masyarakat miskin akan dihadapkan dengan pilihan antara kesehatan atau mata pencaharian mereka.
Kemudian, UMKM juga banyak yang tutup dan merugi karena tidak adanya aktivitas perekonomian. Semua masyarakat bawah menanggung beban ekonomi yang membutuhkan bantuan dari pemerintah.
Kedua, pemerintah membutuhkan pendapatan yang lebih besar untuk membantu masyarakat dan UMKM serta pelaku usaha yang terdampak Covid-19 serta juga memulihkan perekonomian. Namun, saat pandemi ini pendapatan negara dari sektor perpajakan yang selama ini menjadi tumpuan ikut tertekan.
Oleh karenanya, pendapatan harus datang dari sumber lainnya. Selama ini pendapatan pajak ditopang dari pekerja melalui PPh pasal 21 dan saat ini dibutuhkan pajak lainnya untuk bisa membantu masyarakat mengatasi perubahan pasca Covid-19.
Pemajakan untuk arus modal atau saham akan sulit dilakukan karena pergerakannya terlalu cepat. Sehingga saham selama ini hanya dikenakan pajak rendah yakni PPh Final 0,1% dari keuntungan yang mereka dapatkan dari berinvestasi di saham.
"Kami berdiri bersama untuk memperbaiki masalah ini dengan solusi kolektif: pajak minimum perusahaan global. Setiap pemerintah kita memiliki hak untuk menetapkan kebijakan pajaknya sendiri. Tetapi dengan menjalankan hak berdaulat ini bersama-sama, kita dapat menempatkan ekonomi kita pada jalur menuju pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif dengan lebih efektif daripada jika kita berdiri sendiri," kata lima menteri tersebut.
Tahun ini, negara-negara di dunia akan melakukan kesempatan bersejarah dengan menghentikan perdebatan mengenai perbedaan pajak masing-masing menjadi satu pajak minimum untuk perusahaan. Di bawah naungan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan dan Kerangka Kerja Inklusif Kelompok 20, sebanyak 139 negara kan bekerjasama untuk menetapkan pajak perusahaan dan penetapan pajak minimum secara global.
"Mewakili lima ekonomi yang sangat berbeda di empat benua, kami mendukung upaya ini untuk memperbarui sistem pajak internasional kami untuk abad ke-21. Secara khusus, kami mendukung alokasi hak perpajakan yang lebih adil atas perusahaan terbesar dan paling menguntungkan untuk menggantikan tindakan sepihak yang tidak terkoordinasi yang telah mengacaukan sistem pajak internasional dalam beberapa tahun terakhir."
"Kami juga mendukung pembuatan pajak minimum yang disepakati secara global yang akan memastikan negara-negara mengenakan pajak atas pendapatan perusahaan setidaknya pada tingkat dasar. Kami sangat yakin bahwa pajak minimum global yang kuat akan menyumbangkan dana untuk investasi di bidang infrastruktur, perawatan kesehatan, perawatan anak, pendidikan, inovasi, dan prioritas penting pemerintah lainnya. Memulihkan multilateralisme dengan cara ini dapat menciptakan lingkungan yang stabil bagi perusahaan dan membantu membangun kemakmuran bagi semua warga negara kita."
Dengan adanya pajak minimum global ini maka ke depannya negara-negara di dunia tidak akan lagi bersaing untuk melihat negara mana yang memiliki pajak perusahaan paling rendah. Ini baik karena pemerintah akan fokus pada peningkatan produktivitas dari badan usaha di negaranya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Moneter Masih Longgar, Fiskal Sudah Mau Diketatkan Nih!