Review Draf RUU KUP

Sembako Sampai Uang Sekolah Mau Dipajaki, Oh My!

Tirta, CNBC Indonesia
10 June 2021 14:58
Presiden Jokowi Meninjau Vaksinasi Covid-19 bagi Tenaga Kesehatan, Dosen dan Tenaga Pendidik, Guru, Lansia, Pemadam Kebakaran, Pelayan Publik, dan Penyedia Layanan Transportasi di RS UI. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)
Foto: Presiden Jokowi Meninjau Vaksinasi Covid-19 bagi Tenaga Kesehatan, Dosen dan Tenaga Pendidik, Guru, Lansia, Pemadam Kebakaran, Pelayan Publik, dan Penyedia Layanan Transportasi di RS UI. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)

Meskipun dampak inflasinya terbilang minim, tetapi ada aspek lain yang patut dipertimbangkan. Namun sebelum membahas hal tersebut jauh lebih baik memahami alasan dibalik wacana peningkatan tarif pajak di dalam negeri. 

Upaya untuk menaikkan pajak sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun rencana ini juga digaungkan oleh Presiden Biden dan Menkeu Jenet Yallen. AS berencana menaikkan tarif pajak korporasi hingga pajak penghasilan para 'sultan' alias crazy rich-nya. 

Jika dicermati hal ini dilatarbelakangi oleh dua faktor. Pertama tentu defisit anggaran yang bengkak. Saat pandemi Covid-19 melanda, penerimaan negara dari pajak turun signifikan sementara belanjanya bengkak. Di AS defisit anggaran 2020 diperkirakan tembus 10% PDB. 

Defisit fiskal yang melebar tak bisa dibiarkan terus menerus karena akan berdampak pada peningkatan utang. Rasio utang terhadap pendapatan nasional yang tinggi meski masih menjadi perdebatan banyak ekonom tetap dinilai berdampak negatif untuk keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Sehingga mau tak mau penerimaan harus ditingkatkan. 

Selain masalah defisit anggaran, instrumen peningkatan tarif pajak juga bisa digunakan untuk mengontrol inflasi. Per April lalu inflasi di AS naik menjadi 4,2% (yoy) tertinggi dalam satu dekade. Malam ini AS akan merilis data inflasi bulan Mei. Konsensus memperkirakan inflasi bakal naik lagi ke 4,7% (yoy). 

Pemicunya adalah peningkatan ekspektasi inflasi, likuiditas yang berlimpah dibarengi dengan pembukaan ekonomi secara gradual ketika vaksinasi terus berlanjut serta fenomena low base effect. 

Sekarnag mari beralih ke Indonesia. Masalah yang dihadapi pemerintah RI juga sama dengan AS yakni defisit fiskal yang melebar. Tahun 2020 defisit anggaran Indonesia mencapai 6,1% PDB. Tahun ini dipatok di 5,7% PDB. 

Defisit tersebut harus ditambal dengan utang. Per akhir Desember 2020 utang pemerintah tercatat mencapai Rp 6 kuadriliun atau setara dengan 38,5% PDB. Hingga April 2021, APBN sudah tekor Rp 138 triliun. Pembiayaan utang tembus Rp 410 triliun. Total utang pemerintah tembus Rp 6,5 kuadriliun atau setara dengan 41% PDB.

Pemerintah berkewajiban untuk menurunkan defisit anggaran kembali di bawah 3% pada 2023. Inilah yang membuat pemerintah begitu agresif untuk meningkatkan outlook fiskal di 2020 guna mengejar target tersebut. 

Namun kendalanya adalah di momentum. Tahun 2021 diharapkan bakal menjadi tahun pemulihan ekonomi RI setelah resesi. Hanya saja pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih tetap di bawah 5% atau rata-rata lima tahun terakhir. 

Konsolidasi fiskal yang terlalu cepat hanya akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu tujuan utama pemerintah. Artinya momentum memegang peranan penting. 

Kebijakan fiskal seharusnya ditujukan untuk menjamin warga negara bisa hidup dengan layak. Arti hidup layak adalah memperoleh segala kebutuhan pokoknya mulai dari makanan yang sehat dan bergizi hingga pendidikan yang layak. Itulah salah satu tujuan utama dari keberadaan suatu negara. 

Untuk sampai ke sana memang dibutuhkan kebijakan yang pro-growth tetapi juga prudent terutama dalam hal mengelola anggaran. Yang jadi masalah sekarang adalah ketika masyarakat dan pelaku usaha belum benar-benar pulih dari krisis kok sudah harus menanggung beban lain.

Pendapatan masyarakat harus kembali terancam, padahal belum lama ini keyakinan konsumen perlahan mulai pulih. Hal yang dikhawatirkan adalah peningkatan pajak yang agresif di momentum yang tidak tepat hanya akan membuat seluruh pelaku ekonomi baik pemerintah, masyarakat dan sektor usaha mengalami defisit. Jangan sampai ini terjadi. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular