Miris Banget! Ke Pasar Beli Bumbu Dapur Kudu Bayar Plus PPN

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
09 June 2021 19:12
bumbu
Foto: Foto: shutterstock

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat harus bersiap-siap tatkala harga kebutuhan bahan pokok atau sembako naik. Bukan hanya beras, daging, dan telur saja, tapi juga bumbu dapur. Karena pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada produk sembako.

PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.

Dalam aturan sebelumnya, sembako merupakan barang yang dibebaskan dari PPN. Maka, ketika sembako dikenakan PPN, maka imbasnya, harga-harga di pasaran akan naik.

Hal tersebut tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar dan diterima CNBC Indonesia.

Dalam Pasal 4A draft RUU KUP tersebut, pemerintah menghapus beberapa jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Beberapa kelompok barang tersebut diantaranya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara. Serta menghapus barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.

Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengungkapkan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang sembako tak akan lebih dari 10%.

Menurutnya, pemerintah sangat memikirkan kondisi masyarakat menengah ke bawah dalam menetapkan kebijakan PPN ini. Oleh karenanya, nantinya akan diformulasikan bahwa tarif PPN untuk kebutuhan masyarakat banyak akan lebih kecil dari tarif PPN saat ini.

"Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yang hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi," ujarnya yang dikutip Rabu (9/6/2021).

Dia menjelaskan, kebijakan ini diambil pemerintah untuk mendorong penerimaan negara terutama dari perpajakan di tahun-tahun berikutnya. Sebab, pemerintah tidak bisa terus mengandalkan utang untuk membiayai belanja APBN.

"Nggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta," kata Yustinus melanjutkan.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif PPN Naik Jadi 11%, Ini Loh Efeknya Buat Dompet Kamu!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular