Simak, Ini Sederet Ancaman Hantui Industri Batu Bara

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
09 June 2021 14:20
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri batu bara disebut-sebut sudah menjadi industri yang memasuki era 'sunset'. Pasalnya, dunia sudah bergerak ke pemakaian energi bersih dan meninggalkan energi fosil.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengakui kondisi industri batu bara saat ini sangat menantang. Dia pun membeberkan sejumlah ancaman yang menghantui industri batu bara saat ini.

Salah satu ancaman nyata industri batu bara yaitu transisi dunia menuju energi baru terbarukan. Transisi menuju energi bersih ini membuat kampanye anti fosil, termasuk batu bara, kian gencar dilakukan sejumlah pihak, terutama sejak ditandatanganinya Perjanjian Paris guna mengurangi emisi sebagai upaya mencegah peningkatan suhu dunia.

Kondisi ini juga didukung oleh perbankan dan institusi finansial. Perbankan luar negeri juga mulai meninggalkan portofolio pendanaan untuk proyek industri pertambangan batu bara. Dan gelombang tersebut sudah mulai muncul sejak Bank Dunia menyatakan hal tersebut beberapa tahun lalu.

"Ini sudah hampir setiap saat kita mendengar lembaga-lembaga perbankan luar negeri meninggalkan portofolio danai industri pertambangan batu bara," ujarnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, pekan lalu.

Meski demikian, imbuhnya, pengusaha berupaya menyikapi transisi energi ini dengan mendorong hilirisasi, seperti mengubah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dan metanol. Proyek DME ini diharapkan akan menjadi substitusi liquefied petroleum gas (LPG) yang selama ini masih didominasi impor.

"Batu bara jadi metanol dan DME ini tantangan bagi perusahaan besar mendapatkan funding-nya, kita lihat ada emiten yang melakukan kerja sama dengan teknologi provider untuk pengembangan DME," ujarnya.

Dia pun mengakui, upaya memperoleh pendanaan untuk proyek hilirisasi batu bara ini juga tidaklah mudah. Persyaratan yang lebih berat juga menjadi tantangan produsen batu bara dalam transisi nanti.

"Term of requirement yang lebih berat jadi tantangan produsen batu bara dalam transisi nanti dengan pendanaan yang makin sulit support," ucapnya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah bisa memberikan beberapa insentif, sehingga pengusaha batu bara bisa bertahan saat transisi ini.

"Baik dari segi insentif dan regulasi, ini sangat-sangat penting," pintanya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 40% Perusahaan Batu Bara Belum Disetujui Rencana Kerjanya, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular