
Sanggupkah Ekonomi RI Menahan Bencana Taper Tantrum?

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak pasar keuangan diprediksi oleh pemerintah dan Bank Indonesia masih akan menghantui hingga tahun depan. Taper tantrum salah satu gejolak yang dikhawatirkan, seiring dengan rencana pengetatan kebijakan bank sentral.
Inflasi AS yang sempat menyentuh level 4,2%, menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu bahkan sudah menimbulkan kekhawatiran para pelaku ekonomi.
Banyak beranggapan Bank Sentral AS mulai memikirkan kenaikan suku bunga acuan, seiring pulihnya ekonomi negara adidaya tersebut. Namun, perkembangan inflasi akan menjadi warna dalam pertemuan bank sentral AS bulan ini. Jika laju inflasi diperkirakan bakal stabil di atas target 2%, maka bukan tidak mungkin The Fed bakal mulai melakukan pengetatan.
Terlebih, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen sejak April telah mengungkapkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi sedikit akan menjadi nilai tambah, di tengah banjirnya stimulus negeri Paman Sam tersebut.
"Inflasi di AS ini terus menguat dan ekspektasi inflasi ini yang kita waspadai dapat dan sudah mulai menunjukkan kekhawatiran di pasar," ujar Febrio dalam video conference, dikutip Selasa (8/6/2021).
"Meski belakangan ini mulai membaik bahwa dikhawatirkan ekspektasi inflasi ini akan mendorong The Fed untuk mulai menaikkan tingkat suku bunga. Nah ini risiko yang harus diwaspadai," kata Febrio melanjutkan.
Kendati demikian, menurut Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian RI, Susiwijono Moegiarso mengatakan di tengah pandemi saat ini, berbagai indikator ekonomi masih kokoh, "Solusi dari risiko adanya tapering off ya dorong pemulihan ekonomi," tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Susiwijono, ekonomi di tanah air harus lebih cepat agar terhindar dari risiko taper tantrum yang mungkin terjadi tahun depan.
Pemerintah cukup optimistis seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7%-8% pada kuartal II 2021.
"Saya yakin di kuartal II di atas 7% dan kita jaga di kuartal III dan kuartal IV. Sepanjang tahun ini bisa sampai 5%. Kalau sudah jalan, market akan lihat," jelasnya.
Taper tantrum terjadi ketika Bank Sentral Amerika Serikat (AS) the Fed mulai menaikkan suku bunga acuan, sehingga menarik dana yang selama ini beredar di negara berkembang. Menurut Susiwijono yang akan terpukul tentunya adalah pasar keuangan dalam negeri.
Pasar keuangan tidak akan dibiarkan tertekan dalam. Pemerintah yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga tekah menyiapkan antisipasi bila itu benar terjadi.
"Di sektor rill, gak perlu khawatir the fed mengubah kebijakan dan mengulang kejadian taper tantrum di 2013," terangnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Negara dengan Pertumbuhan Tercepat Dunia, Dulu Miskin!