Harga Sepeda Lipat Drop, Sepeda Impor Merajalela!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
07 June 2021 19:45
Brompton folding bicycles are displayed in the front window of the brand's store in Covent Garden, central London, during England's second coronavirus lockdown, Friday, Nov. 20, 2020. The team at Brompton Bicycles company thought they were prepared for Britain's Brexit split with Europe, but they face uncertainty about supplies and unexpected new competition from China, all amid a global COVID pandemic. (AP Photo/Matt Dunham)
Foto: Sepeda lipat Brompton dipajang di jendela depan toko di Covent Garden, pusat kota London. (AP / Matt Dunham)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri sepeda dalam negeri sempat merasakan kejayaan di masa awal pandemi Covid-19. Booming sepeda termasuk sepeda lipat bahkan membuat produsen dalam negeri kaget, pasalnya tidak ada prediksi bahwa bersepeda menjadi gaya hidup hobi massal kala itu. Namun, nyatanya produksi sepeda dalam negeri tidak bisa berbicara banyak.

"Pasar bisa sampai 8 juta tahun kemarin. Sekarang mungkin sekitar 7,5 juta. Lokal paling banyak 4 juta, itu paling banyak ya, sisanya diimpor. Impor biasanya lebih dominan," kata Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/6/21).

Namun, harapan untuk produsen lokal berkembang muncul setelah ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020 tentang ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga, tujuannya demi menekan impor barang tersebut yang masuk ke Indonesia. Hasilnya mulai terlihat.

"Mungkin di sana sudah tertutup duluan Covid-19 jadi pasar sempat dipenuhi dalam negeri. Biasanya di waktu normal sebelum kita Cuma dapat 2 juta unit, padahal kebutuhan 6 juta," jelasnya.

Beberapa waktu ke belakang, tren gowes justru memudar. Di sisi lain, sepeda impor sudah mulai ramai masuk kembali ke Indonesia. Alhasil, permintaan dan penawaran justru tidak berbanding, melimpahnya stok membuat harga cenderung menurun. Hal ini pun diakui oleh importir terutama penurunan harga di tingkat pedagang.

"Range (harga) turun 20%-30%, itu realita yang harus diterima. Barang yang lama sampai di grosir akhirnya jual barang aja, yang penting ngejar cashflow. Harga modal aja dilempar supaya terjadi perputaran. Pasar menyesuaikan diri dengan keadaan. Tapi demand tetap ada," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) Eko Wibowo Utomo kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/6).


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tren Sepeda Lipat Mulai Jenuh, Harganya Ikut Rontok!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular