Rencana RI Pensiunkan PLTU Bakal Ganggu Kontrak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah maupun PT PLN (Persero) berencana mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara mulai 2025 dalam rangka menuju netral karbon pada 2060 mendatang.
Lalu, bagaimana nasib kontrak-kontrak jual beli listrik PLTU yang terlanjur diteken? Apakah rencana ini akan mengganggu kontrak tersebut?
Menjawab hal ini, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wanhar menyampaikan jika sebaiknya PLTU dipensiunkan sesuai dengan umur kontrak di setiap unit pembangkit.
"Memang sebaiknya dipensiunkan sesuai umur kontrak atau Power Purchase Agreement (PPA) tiap unit pembangkit (phasing down)," paparnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (02/06/2021).
Terkait pelaksanaan ke depannya, Wanhar menyebut tim Kementerian ESDM masih melakukan pembahasan lebih rinci dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Saat ini masih dalam pembahasan tim Kementerian ESDM dan KLHK," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan mengharamkan usulan proyek PLTU baru dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Luhut pun mengungkapkan pemerintah segera pensiunkan PLTU batu bara, terutama karena dunia kini mulai meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi baru terbarukan.
"Sekarang ini fossil energy jadi musuh bersama (dunia). Bertahap, pemerintah juga mau pensiunkan power plant batu bara," ujarnya dalam acara 'Indonesia Investment Forum 2021' secara virtual, Kamis (27/5/2021).
Dia mengatakan, banyaknya negara meninggalkan proyek PLTU ini juga ditandai dengan banyaknya lembaga keuangan dunia atau perbankan yang tidak lagi mau mendanai pembangunan berbasis energi fosil.
"Kenapa itu terjadi? Karena pemanasan global sekarang membuat bumi makin panas. Jadi kalau naik saja sampai 1,5 derajat, itu akan punya dampak yang tidak bagus," jelasnya.
Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, pun menjelaskan, demi menuju netral karbon di 2060 ini, PLN akan mulai menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025 mendatang.
"Kami bangun time line, yakni 2025-2030 sudah haramkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada replacement (penggantian) PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).
Setelah itu, pihaknya menargetkan akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap I dengan kapasitas mencapai 1 GW pada 2030.
"Di 2030 retirement (pensiun) subcritical tahap pertama 1 GW," imbuhnya.
Lalu, dilanjutkan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap II dengan kapasitas 9 GW pada 2035. Dan pada 2040 ditargetkan bisa mempensiunkan PLTU Supercritical sebesar 10 GW.
Sementara PLTU Ultra Supercritical tahap I ditargetkan bisa dipensiunkan pada 2045 sebesar 24 GW dan PLTU Ultra Supercritical terakhir sebesar 5 GW bisa dipensiunkan pada 2055.
"Retirement PLTU Ultra Supercritical secara bertahap bisa dilaksanakan dari 2045-2056, dan pada akhirnya bisa mencapai carbon neutral pada 2060," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
Belum Punah, PLN Tambah 13.819 MW PLTU Batu Bara Hingga 2030
(wia)