Worst Scenario Gempabumi Jatim: Kekuatan 8,7 & Memicu Tsunami

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
28 May 2021 15:55
Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati (Rengga Sancaya/detikcom)
Foto: Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (Rengga Sancaya/detikcom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menghadiri acara webinar kajian dan mitigasi gempabumi dan tsunami di Jawa Timur pada, Jumat (28/5/2021).

Dalam paparannya, Dwikorita mengungkapkan ada tren peningkatan gempabumi di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur. Bahkan, dia juga memaparkan skenario terburuk gempabumi di provinsi itu bisa mencapai M 8,7 sehingga bisa memicu tsunami.

"Jadi memang sejak awal tahun kami melakukan, sebelum ada kejadian gempa di Jawa Timur yang sudah dua kali ini, tepatnya akhir tahun kami melakukan evaluasi di wilayah Indonesia ini mengalami peningkatan kejadian gempa bumi di beberapa daerah," ujar Dwikorita.

"Jadi kami melakukan evaluasi di beberapa klaster di wilayah Indonesia ini mengalami peningkatan kegempaan, terutama klaster antara lain yang ada di Jawa Timur atau tepatnya lepas pantai selatan Jawa Timur dan juga klaster di selatan Selat Sunda, selatan Jawa Barat, kemudian juga selatan Jawa Tengah serta sebelah barat kepulauan Mentawai yang dapat berdampak ke Sumatra Barat, terutama klaster-klaster tersebut," ujarnya.

Dwikorita menuturkan secara umum terjadi lompatan kejadian gempa di tanah air dengan berbagai magnitudo. Sejak tahun 2008, rata-rata kejadian 4.000-5.000. Namun, sejak 2017, jumlah kejadian menjadi lebih dari 7.000 kali.

"Bahkan 2018 meningkat 11.900 kali dan masih bertahan di atas 11.000 di tahun 2019. Tahun 2020 masih di atas rata-rata 8.258. Namun kalau kita lihat klastering-nya, termasuk wilayah lepas pantai Jawa Timur," kata Dwikorita.



Eks rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu bilang kalau kekuatan gempa lebih banyak berada dibawah M 5.0. Artinya, kekuatan gempa di atas M 6.0 tidak sebanyak itu.

Namun, Dwikorita mengungkapkan hal itu menjadi perhatian. Sebab, gempabumi besar dan merusak seperti di Aceh (2004) hingga Yogyakarta (2006) berawal dari rentetan gempabumi kecil.

"Itu semua tidak mendadak terjadi gempa seketika. Semua selalu diawali dengan gempa-gempa kecil. Kadang yang bisa merasakan hanya alat kurang dari M 5.0, bahkan kurang dari M 4.0. Tapi jumlahnya, frekuensinya, dalam satu bulan bisa lebih dari 100 kali," ujar Dwikorita.

"Fenomena itu yang saat ini sedang kami amati, kami analisis, dan ternyata di wilayah Jawa Timur itu pun juga mengalami peningkatan gempa-gempa kecil sebelum terjadinya gempa yang berkekuatan M 6.0 kemarin. Jadi kami sudah curiga sejak akhir tahun," lanjutnya.

BMKGFoto: BMKG



Khusus di Jawa Timur, Dwikorita menyebut selama ini rata-rata kejadian gempabumi mencapai 300-400 kali sebulan. Namun, sejak Januari 2021, jumlahnya sudah meningkat menjadi rata-rata 600 kali sebulan.

"Nah sehingga kami menyusuri pantai mulai Jatim sampai Selat Sunda mencek yang kami khawatirkan dari catatan sejarah gempa-gempa yang kekuatannya di atas M 7.0, diprediksi skenario terburuk kekuatannya M 8.7. Kekuatan M 8.7 ini bisa membangkit tsunami," kata Dwikorita.

"Sehingga yang kami cek adalah kesiapan aparat setempat dan juga pemerintah daerah setempat serta kesiapan sarana prasarana untuk evakuasi apabila terjadi tsunami. Itulah yang perlu kami sampaikan dari apa kajian dan survei yang kami lakukan," lanjutnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Worst Scenario Jatim: Gempa M 8,7 & Genangan Tsunami 30 Meter

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular