Sektor Properti RI Bergeliat, Ini Buktinya!

Tirta, CNBC Indonesia
27 May 2021 15:40
Realisasi Program Satu Juta Rumah tahun 2017
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada kabar baik yang datang dari sektor properti Tanah Air. Bank Indonesia (BI) mencatat terjadi kenaikan volume penjualan rumah untuk semua tipe pada kuartal pertama tahun ini. 

Dalam Survei Harga Properti Residensial yang dirilis hari ini, tercatat ada kenaikan 13,95% (yoy) volume penjualan rumah sepanjang Januari - Maret 2021. Pada kuartal sebelumnya penjualan rumah masih berada di zona kontraksi. Volume penjualan turun 20,59% (yoy) pada kuartal empat tahun lalu. 

Penjualan rumah tipe menengah masih menjadi pendorong peningkatan volume penjualan rumah total. Untuk jenis rumah tipe menengah penjualannya meningkat hampir 26% (yoy). Sementara untuk tipe rumah kecil dan besar kenaikannya masing-masing tercatat sebesar 9,69% (yoy) dan 6,95% (yoy). 

Kendati ada peningkatan, tetapi responden yang disurvei mengatakan ada beberapa faktor yang membuat kenaikan penjualan menjadi terbatas. Faktor-faktor tersebut masih sama dengan survei sebelum-sebelumnya yaitu kenaikan harga bahan bangunan yang paling dominan, masalah perizinan, suku bunga KPR, uang muka hingga pajak.

Menariknya masalah suku bunga KPR yang tinggi sudah bukan lagi menjadi isu utama bagi penjualan rumah. Hal ini dikarenakan dari sisi moneter, BI sudah memangkas suku bunga acuan hingga 200 basis poin (bps) ke level terendah sejak Indonesia merdeka.

Transmisi kebijakan moneter juga terus berjalan tercermin dari penurunan suku bunga kredit KPR meskipun belum seagresif pemangkasan suku bunga acuan. Dalam satu tahun terakhir tercatat suku bunga KPR sudah turun sebesar 42 bps. 

Tidak hanya kebijakan moneter saja yang dilonggarkan oleh otoritas moneter nasional, BI juga menetapkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Mulai Maret BI mengubah rasio uang muka (DP) atau Loan To Value (LTV) rumah dari yang sebelumnya 85-90% menjadi 100%. Ini artinya membeli rumah bisa dengan DP 0%. 

Kebijakan ini ditujukan agar masyarakat mau membeli rumah dan tidak hanya mengendapkan dananya di perbankan. Rumah sendiri merupakan aset yang dibeli menggunakan kredit oleh mayoritas masyarakat. Ketika ada permintaan terhadap properti, bank yang memiliki likuiditas longgar pun bisa langsung menyalurkannya. 

Halaman Selanjutnya --> Harga Rumah di RI Tumbuh Terbatas, di Luar Negeri Selangit

Apabila ditinjau dari segi harga, aset rumah atau properti di Tanah Air tercatat masih membukukan pertumbuhan. Pada kuartal pertama ini harga rumah naik 1,35% (yoy). Masih lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 1,43% (yoy) kuartal satu tahun lalu yang mencapai 1,68% (yoy). 

Perlambatan kenaikan harga rumah ini didorong oleh rumah tipe kecil dan menengah. Dalam survei BI, harga rumah kecil dan menengah masing-masing mengalami kenaikan sebesar 1,78% dan 1,46% secara tahunan. 

Kenaikan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada kuartal keempat tahun lalu harga rumah tipe kecil naik 1,87% (yoy) sementara untuk tipe rumah sedang atau menengah naik 1,61% (yoy).

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain kenaikan harga rumah di Indonesia bisa terbilang masih terbatas. Mengacu pada Kantor Statistik Inggris, harga rumah di Negeri Ratu Elizabeth tersebut naik 8,5% di tahun 2020. Harga rumah justru meningkat saat ekonomi Inggris jatuh ke dalam resesi terparah sejak 2008. 

Sementara itu di Amerika Serikat (AS) harga rumah juga meningkat tajam. Tercatat harga rumah sudah naik 9% di tahun 2020. Median harga rumah existing di AS tercatat mencapai US$ 329 ribu atau setara dengan Rp 4,7 miliar dengan asumsi kurs Rp 14.300/US$. 

Untuk rumah dengan luas 1.800 kaki persegi di Negeri Paman Sam harganya terjual di kisaran US$ 460 ribu. Jika dikonversi menjadi satuan meter persegi rumah tersebut luasnya mencapai kurang lebih 168 meter persegi. 

Menggunakan asumsi kurs rupiah terhadap dolar AS saat ini maka harga rumah tersebut setara dengan hampir Rp 6,6 miliar. Kenaikan harga rumah yang fantastis di berbagai negara terutama negara-negara maju diakibatkan oleh kebijakan moneter longgar yang ditempuh bank sentralnya.

Di AS dan Inggris baik Federal Reserves maupun Bank of England yang menjadi otoritas moneter negara tersebut menetapkan suku bunga acuan di kisaran nol persen. Belum lagi bank sentral tersebut juga kembali menggunakan quantitative easing/QE untuk injeksi likuiditas ke sistem keuangan. 

Rendahnya suku bunga dan ekses likuiditas ini membuat banyak pihak tergiur untuk membeli berbagai macam aset mulai dari aset keuangan hingga properti. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular