
Menebak 'Orang Kuat' di Balik Rencana Tax Amnesty

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana program amnesty pajak Jilid II diketahui tidak pernah dibahas sebelumnya dalam rapat-rapat antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun kini, hal tersebut bakal segera dibahas di DPR.
Rencana tax amnesty jilid II muncul karena pemerintah dianggap tidak mampu untuk mengejar para pengemplang pajak yang dicurigai adalah orang-orang 'kuat' di negara ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Ekonom Senior Faisal Basri.
"Ini karena pemerintah takut memburu pembayar pajak yang nakal. Jadi kan harusnya pemerintah menegakkan aturan, memburu pembayar pajak yang tidak benar dan tidak ikut tax amnesty, kenakan denda 100- 200%," ujarnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, dikutip Kamis (27/5/2021).
"Tapi sangat boleh jadi orang-orang itu orang-orang kuat. Nah oleh karena itu diberikan jalan," tegas Faisal.
Faisal menuding orang-orang tersebut berada dalam lingkaran terdekat Presiden Joko Widodo (Jokowi), bisa jadi politikus maupun pengusaha. Sehingga sulit bagi petugas pajak untuk mengejar hak dari negara.
"Orang kuat itu ada di dalam pusaran terdalam politik. mereka dekat dengan inti kekuasaan, dan mereka punya pengaruh politik yang besar," terangnya. Faisal tidak menyebutkan secara spesifik orang yang dimaksud.
Faisal juga beranggapan bahwa kebijakan tersebut belum disetujui oleh kabinet. Meskipun tax amnesty menjadi pembahasan dalam revisi Undang-undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), di mana surat presiden sudah diberikan kepada DPR.
Seperti diketahui tax amnesty muncul saat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan video conference dengan awal media. Hingga sekarang jajaran kabinet yang lain, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku pelaksana kebijakan masih belum berbicara.
Pro dan kontra juga terjadi di lingkungan parlemen. Anggota dari fraksi Golkar mendukung, sementara fraksi PDI Perjuangan, PKS, Gerindra, Nasional Demokrat justru keras memberikan penolakan. Fraksi lain tampaknya tidak memberikan pandangan sejauh ini.
Anggota Komisi XI Fraksi DPR Andreas Eddy Susetyo menjelaskan, substansi RUU KUP tidak pernah mencantumkan adanya wacana tax amnesty.
Di dalam RUU KUP, kata Andreas meliputi reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan. Di antaranya melalui perluasan basis pajak, program peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP), kemudian penguatan administrasi perpajakan dan kehadiran dan kesetaraan.
"Perluasan basis pajak itu juga meliputi pengenaan PPN multi tarif. Sedangkan yang tadi itu (Tax Amnesty) tidak disebut. Masuknya itu adalah program peningkatan kepatuhan WP," ujarnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (27/5/2021).
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belajar dari India: Tax Amnesty Berulang Kali, Hasilnya Gagal Total!