Selain Golkar, Deretan Partai Ini Tolak Tax Amnesty Jilid II

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 May 2021 16:25
Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo mengatakan apabila tax amnesty jilid II dijalankan, dinilai akan mengingkari komitmen UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, yang mengatur bahwa pelaksanaan tax amnesty hanya diberlakukan satu kali.

"Kami tidak setuju dengan wacana tax amnesty Jilid II sebagaimana beredar. Pelaksanaan tax amnesty jilid II akan meruntuhkan kewibawaan otoritas yang pada gilirannya berdampak negatif pada trust masyarakat wajib pajak," jelas Andreas melalui siaran resminya, dikutip Senin (24/5/2021).

Seperti diketahui pada pelaksanaan tax amnesty jilid I tersebut, telah diterapkan tarif sangat rendah, tidak ada kewajiban repatriasi, jangka waktu menahan harta di Indonesia hanya 3 tahun dan mendapatkan pengampunan pajak tahun 2015 dan sebelumnya.

"Dengan demikian penegakan hukum dapat dilakukan lebih efektif dan adil karena didukung data/informasi yang akurat sehingga dapat dibuat klasifikasi wajib pajak menurut risiko," jelas Andreas.

Lagi pula, menurut Andreas Tax Amnesty bukan jawaban yang tepat atas shortfall pajak. Pemerintah, kata Andreas harus terus fokus melakukan reformasi perpajakn dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan.

Kebutuhan akan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel, menurut Andreas bisa menghasilkan penerimaan yang optimal dan sustain jauh lebih penting dan mendesak ketimbang memberlakukan tax amnesty.

Senada, Anggota Komisi XI DPR fraksi PKS Anis Byarwati memandang, apabila tax amnesty jilid II dijalankan, maka wajib pajak berpotensi akan kecewa, karena mereka tidak diuntungkan dari kebijakan ini. Sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat kepatuhan pajak di masa yang akan datang.

"Dari sini kita dapat melihat bahwa sekarang justru bukan saat yang tepat untuk melakukan tax amnesty," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

"Jangan sampai adanya tax amnesty jilid II ini membuat rakyat kembali tercederai rasa keadilannya. Sebagaimana pernah terjadi pada mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak, yang seolah diabaikan dengan kebijakan Tax Amnesty di tahun 2016 lalu," kata Anis melanjutkan.

Gerindra dan Nasdem Minta Pemerintah Berkaca dari Tax Amnesty Jilid I

Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra Kamrussamad memandang tax amnesty merupakan jalan pintas yang belum tentu memberikan solusi yang tepat dalam penerimaan negara.

Pasalnya pengalaman tax amnesty jilid I pada 2016-2017 silam dilakukan saat ekonomi sedang tumbuh positif. Namun, implementasinya gagal memenuhi target. Hal itu terlihat dari rendahnya tingkat partisipasi wajib pajak yang hanya mencapai 956 ribu, sementara SPT wajib pajak saat ini ada 20,1 juta dan pemilik NPWP mencapai 32,7 juta orang.

"Rendahnya angka repatriasi senilai Rp 147 triliun sekitar 3%. Sementara kontribusi terhadap penerimaan juga rendah senilai Rp 135 triliun yang terdiri dari tebusan Rp 114 triliun, tunggakan Rp 18,6 triliun," jelas Kamrussamad kepada CNBC Indonesia, Senin (24/5/2021).

Gagalnya tax amnesty jilid I, kata Kamrussamad juga bisa dilihat dari segi impact terhadap rasio penerimaan pajak tahun berikutnya yaitu tahun 2017, justru turun menjadi 9,89% dibandingkan 2016 yang sebesar 10,36%. Dan terus menurun pada 2020, tax ratio hanya mencapai 7,9%. Sementara target tax ratio pada 2021 diharapkan bisa mencapai 8,18%.

Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah perlu melakukan reformasi fundamental regulasi perpajakan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. Kemudian bangun kepercayaan WP dengan memberikan jaminan zero korupsi di perpajakan.

"Optimalkan penggalian Potensi PPH Pasal 25, 29 dan Pasal 23 untuk Barang impor dan konsultan Asing dalam Pembangunan infrastruktur. Implementasikan Kesepakatan Pertukaran data otomatis yg sdh diteken antar Negara melalui AEoI untuk mengejar WP di luar negeri," jelas Kamrussamad.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI Fraksi Nasional Demokrat Willy Aditya. Tax amnesty jilid I, sudah selesai dilakukan, maka kata Willy pemerintah perlu menyampaikan bagaimana evaluasi pelaksanaan tax amnesty jilid I.

"Kita tahu juga ternyata yang banyak mengikuti justru yang hartanya dibawah Rp 100 Juta. Milyarder yang semestinya menjadi penyumbang besar, justru nyatanya lebih kecil sumbangannya. Selama evaluasi ini belum komprehensif saya kira hal ini yang lebih punya urgensi," jelas Willy kepada CNBC Indonesia.

"Hal ini yang perlu dipikirkan caranya bagaimana meningkatkan kontribusi dari para milyuner agar kekayaan mereka dapat produktif dan memberi manfaat dalam pemerataan kesejahteraan masyarakat," kata Willy melanjutkan.

(mij/mij)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular