Kok Mau Ada Lagi, Pak Jokowi? Katanya Tax Amnesty Sekali Saja

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 May 2021 12:55
Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan hal tersebut akan menjadi pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di mana juga akan mendapat masukan dari berbagai pihak, seperti pakar hingga dunia usaha.

Pemerintah tentu akan siap menjalankan bila nantinya menjadi sebuah keputusan yang dibutuhkan rakyat.

"Jadi apapun nanti dirumuskan, kepatuhan sukarela, ada pilar penting dan diskusi perlu, dan pro kontra kalau dibuka akan mengarah baik dan disepakati dan dijalankan oleh semua pihak," ungkap Prastowo di CNBC TV Indonesia.

Prastowo menjelaskan, APBN menjadi instrumen untuk membalikkan ekonomi ketika alami tekanan pandemi Covid-19. Tak cuma dari penerimaan, utang pun ditambah lebih besar agar mendapatkan dana untuk belanja membantu masyarakat.

Sekarang pemulihan sudah terlihat. Maka hal yang dilakukan adalah kembali meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi penarikan utang.

Prastowo tidak menutup kemungkinan berbagai kebijakan pajak muncul dalam pembahasan bersama DPR.

"Ini kita nantikan pembahasan dengan pelaku usaha dan parlemen dan kita secara terbuka menerima masukan. Kita desain kebijakan yang sustain dan moderat dan win-win. Pembangunan bisa jalan dan pelaku usaha tetap tumbuh baik," jelasnya.

Terlepas dari hal itu, Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menilai rencana untuk kembali menerapkan tax amnesty hanya akan memberikan rasa ketidakadilan kepada wajib pajak yang sudah patuh.

"Rasa keadilan peserta tax amnesty, para wajib pajak patuh, dan wajib pajak yang sudah diaudit - akan tercederai. Secara psikologis hal ini juga buruk karena dapat menciptakan paham: saya lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty lagi," ungkapnya.

Andreas menilai kebijakan tersebut harusnya diberikan satu kali dalam satu generasi. Selain mengganggu sistem perpajakan ke depannya, hal itu juga merusak kewibawaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

"Kami tidak setuju dengan wacana tax amnesty jilid 2 sebagaimana beredar. Hal ini sangat tidak baik bagi masa depan sistem perpajakan kita. Tidak saja mengingkari komitmen tahun 2016, bahwa tax amnesty hanya diberikan satu kali dalam satu generasi," jelas Andreas.

Andreas menyadari, persoalan saat ini adalah rendahnya penerimaan pajak sementara belanja untuk pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi sangat besar. Pemerintah juga tidak mungkin mengandalkan utang terus-menerus.

Namun tetap saja solusinya bukan tax amnesty. Pemerintah harus terus didukung untuk fokus pada reformasi perpajakan dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan.

"Untuk memfasilitasi para wajib pajak yang ingin patuh dan mempertimbangkan kondisi pandemi, Pemerintah lebih baik membuat Program Pengungkapan Aset Sukarela dengan tetap mengenakan tarif pajak normal dan memberikan keringanan sanksi," katanya.

"Tarif lebih rendah dapat diberikan untuk yang melakukan repatriasi dan/atau menginvestasikan dalam obligasi pemerintah. Hal ini harus diikuti dengan pelayanan yang baik, pembinaan, dan penegakan hukum yang konsisten dan terukur," ujar Andreas.

(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular