
Blak-blakan Prof Romli Soal KPK Era Firli Hingga Polemik TWK

Dalam kesempatan itu, Romli menyinggung kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) yang melibatkan eks Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino.
Seperti diketahui, MK telah mengubah frasa Pasal 40 UU Nomor 19/2019 tentang KPK mengenai kepastian penyidikan dan penyelidikan, Selasa (4/5/2021). Perubahan itu hadir beberapa hari menjelang sidang perdana praperadilan yang melibatkan Lino.
MK melalui putusan atas perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 uji formil UU KPK mengubah frasa Pasal 40 ayat (1) dan (2) tentang jangka Waktu Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 2 Tahun Setelah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Menurut dia, kasus yang melibatkan RJ Lino harus dikritisi. Sebab, Romli mengaku mengetahui awal mula KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka.
"Harusnya KPK menjelaskan kenapa jadi tersangka lagi? Itu konferensi pers jangan cuma bilang cukup bukti. Bukan itu masalahnya, itu di pengadilan kan, nantilah, tapi KPK menjelaskan kenapa orang yang lima tahun tiba dianggurkan tiba-tiba tahun 2021 dimulai lagi 2020, buron bukan, tersangka iya," ujar Romli.
"Kemarin kan sidang praperadilan, nah ini harus dijelaskan, KPK nggak boleh cuma bilang cukup bukti kok. Bukan itu. Masyarakat ingin tahu ada apa. Buat sejelas-jelasnya. Ini nggak pernah dilakukan. Mulai sekarang dengan Pak Firli mulai membuka, ada yang kecewa, ya sudah urusan dia," lanjutnya.
Romli juga bicara soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah mengomentari status kepegawaian 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Jokowi bilang hasil TWK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK.
Kepala negara pun mengungkapkan kalau hasil TWK tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. Kalau dianggap ada kekurangan, Jokowi berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan, dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi.
Romli menilai Jokowi telah bersikap tepat sebagai kepala negara lantaran berada di tengah-tengah. Ia pun menyarankan agar pendidikan wawasan kebangsaan bagi ke-75 pegawai itu dilakukan sebagai jalan tengah.
"Setelah itu dites lagi sehingga kelihatan. Apakah 75 itu juga nggak lolos? Jadi kelihatan. Kehendak presiden diikuti, masalah kedinasan, kemudian tes lagi. Tapi jangan serta merta diangkat diaktifkan lagi. Kalau begitu bedanya apa dengan yang lalu, iya kan? Ini perlakuan," kata Romli.
"Kalau KPK didorong oleh mantan-mantan pimpinan KPK, BW (Bambang Widjojanto), LSM ICW, diaktifkan lagi, satu dia (Firli) melanggar UU. Kemudian dia tidak menghargai orang-orang yang lulus tes, tidak ada perlakuan yang sama di muka hukum, betul nggak? Itu harus ditekankan biar orang mengerti," lanjutnya.
Oleh karena itu, Romli mengingatkan KPK sekarang harus terbuka dalam segala hal baik seputar masalah korupsi maupun masalah internal. Sebab, KPK merupakan lembaga satu-satunya yang independen melebihi Polri dan Kejaksaan Agung.
"Dan juga kalau dia (KPK) terbuka begitu dibiasakan keterbukaan gitu kementerian/lembaga lain akan mengikuti, polisi juga terbuka, karena kan selalu ditutup-tutupi kalau masalah internal. Tapi masalah orang lain dia buka-buka. Nah ini nggak baik, sudah nggak benar," ujar Romli.
(miq/miq)[Gambas:Video CNBC]
