Ekonomi Setop Karena Pandemi, Sri Mulyani: RI Rugi Rp 1.356 T

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
20 May 2021 15:40
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda: Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2022, Kamis, 20 Mei 2021. (Tangkapan Layar Youtube DPR RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda: Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2022, Kamis, 20 Mei 2021. (Tangkapan Layar Youtube DPR RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu tahun lebih Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan global pandemi Covid-19. Perekonomian seluruh negara terdampak karena berbagai aktivitas yang dibatasi untuk mencegah penyebaran infeksi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan sepanjang tahun 2020 lalu perekonomian Indonesia mengalami kontraksi 2,1%, jauh lebih rendah dari target yang dipatok sebesar 5,3%.

"Ini berarti bahwa secara nominal perekonomian Indonesia kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah atau mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 1.356 triliun," kata Sri Mulyani dalam sidang paripurna, Kamis (20/5/5021).

'Kerugian' yang dialami ekonomi Indonesia tak lepas dari interaksi antar manusia yang dibatasi, kegiatan ibadah diadaptasi, banyak yang bekerja dari rumah, hingga anak-anak sekolah dari rumah membuat aktivitas ekonomi tersendat.

Sri Mulyani mengatakan dampak pemburukan ekonomi akan jauh lebih besar jika pemerintah tidak melakukan langkah penanganan (countercyclical) melalui kebijakan yang luar biasa.

"APBN 2020 telah bekerja sangat keras untuk melindungi keselamatan jiwa rakyat Indonesia dan melindungi perekonomian dari hantaman dahsyat akibat Covid-19," katanya.

Sri Mulyani menekankan, belanja negara meningkat 12,3% mencapai Rp 2.593,5 triliun. Sementara pendapatan negara menurun -16,0%, karena aktivitas dunia usaha terpukul sangat dalam di satu sisi.

"Dan di sisi lain pemerintah memberikan berbagai insentif perpajakan untuk menolong dunia usaha agar tetap mampu bertahan," tegasnya.

Bahkan, sambungnya, defisit kas keuangan negara kala itu mencapai 6,1% PDB, tingkat yang belum pernah terjadi dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani: Dunia Memang Sedang Tidak Baik Tapi RI Tangguh

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular