
Sri Mulyani 'Ogah' Terlena Commodity Boom, Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah commodity boom sudah menjadi jargon para ekonom untuk membahasakan periode kenaikan harga komoditas dalam suatu periode tertentu. Biasanya hal ini terjadi pascakrisis ekonomi atau resesi seperti sekarang ini.
Berbagai harga komoditas mulai dari minyak, gas, tambang, hingga pertanian dalam beberapa waktu terakhir mengalami kenaikan. Sebagai salah satu negara eksportir komoditas terbesar di dunia, kenaikan harga komoditas menjadi salah satu pendorong perekonomian dalam negeri.
Situasi ini pun mendapatkan perhatian lebih dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Apalagi, harga komoditas global merupakan salah satu indikator penting bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut dikemukakan Sri Mulyani saat menyampaikan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2022 dalam sidang paripurna DPR RI, Kamis (20/5/2021).
"Harga komoditas global terus menunjukkan tren kenaikan, bahkan telah lebih tinggi dari level sebelum pandemi," kata Sri Mulyani.
Namun, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu enggan terlena dengan kondisi tersebut. Menurutnya, situasi ini perlu diwaspadai mengingat masih ada ketidakpastian yang membayangi.
"Harus diwaspadai bahwa ketidakpastian tetap membayangi harga komoditas dalam jangka menengah, khususnya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan melanjutkan rebalancing economy," tuturnya.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI), harga batu bara dan minyak sawit mentah sudah naik lebih dari 40% secara year to date (ytd).
Dua komoditas tersebut merupakan penyumbang ekspor non-migas terbesar RI yang pangsanya mencapai lebih dari seperempat total ekspor.
Selain harga batu bara dan minyak sawit mentah, harga logam dasar yang banyak digunakan untuk sektor industri seperti tembaga, nikel hingga timah juga ikut beterbangan.
Sepanjang 2021, harga nikel sudah naik 25,9%. Sementara di tahun 2020 harganya turun tipis 0,1%. Kemudian untuk tembaga harganya sudah melesat 38,4% tahun ini. Padahal tahun lalu hanya 3% saja penguatannya.
Untuk kasus timah harganya naik 40,8% di 2021. Sebelumnya saat tahun pandemi harga timah turun 5,5%. Adanya tren industri mobil listrik yang membutuhkan komponen utama seperti nikel dan tembaga membuat RI diuntungkan karena punya sumber dayanya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Blak-blakan Luhut Soal Omicron Hingga 'Ramalan' Ekonomi 2022