Dunia Kurangi Minyak, Pertamina Bisa Susah Cari Mitra Kilang

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
20 May 2021 12:40
Tim Pertamina secara sigap melakukan pemadaman api yang terjadi di area jalur pipa Kilang RU V Balikpapan. Pemadaman dilakukan dalam kurun waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan 4 unit pemadam kebakaran dan 1 unit trailer foam.

Pasca kebakaran yang terjadi di salah satu jalur pipa, Kilang Balikpapan tetap beroperasi. Pertamina menjamin suplai BBM dan LPG untuk Terminal BBM di wilayah Kalimantan dan sebagian kawasan Indonesia Timur tetap aman. Kilang Balikpapan berkapasitas produksi  260.000 barrel/hari.** (dok Pertamina)
Foto: Pemadaman api yang terjadi di area jalur pipa Kilang RU V Balikpapan (dok Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - Global mulai mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama karena meningkatnya kesadaran mengonsumsi energi lebih ramah lingkungan, selain karena masih terdampak pandemi Covid-19.

Salah satu dampak nyatanya terlihat di Jepang. Dua perusahaan kilang di Jepang sampai berencana menjual aset dan mempercepat reformasi struktural. Dua perusahaan tersebut yakni Eneos Holdings Incorporated dan Idemitsu Kosan.

Melihat kondisi ini, lalu bagaimana nasib PT Pertamina (Persero) yang kini merencanakan proyek pembangunan kilang ekspansi dan kilang baru senilai US$ 43 miliar atau sekitar Rp 602 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$)? Terlebih, perseroan kini juga berupaya mencari mitra untuk pembangunan beberapa proyek kilang, seperti Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap.

Praktisi Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, kondisi ini diperkirakan memang akan berdampak pada sulitnya Pertamina mencari mitra untuk sejumlah proyek kilang minyaknya.

"Tentunya akan semakin sulit untuk mendapatkan partner jika masih ada keinginan untuk membangun kilang lain, termasuk pendanaannya," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/05/2021).

Namun demikian, dia menilai kondisi di Indonesia tidak akan separah di Jepang terkait penurunan konsumsi BBM. Menurutnya, di Jepang permintaan BBM menurun secara absolut karena jumlah penduduk berkurang dengan populasi yang semakin menua serta ekonomi stagnan bahkan negatif.

"Dibarengi dengan efisiensi energi yang semakin meningkat dan pengurangan konsumsi energi berbahan baku fosil, tentunya fasilitas kilang menjadi berlebih dan dengan demikian akan mengalami rasionalisasi," jelasnya.

Sementara di Indonesia, dengan adanya harapan ekonomi pulih seiring dengan penanganan Covid-19 dan vaksinasi oleh pemerintah, kebutuhan energi diperkirakan akan kembali meningkat.

"Ekonomi diharapkan akan pulih dan tumbuh sejalan dengan penanganan Covid-19 yang lebih baik melalui vaksinasi, PPKM, dan sebagainya. Dengan demikian, pertumbuhan kebutuhan akan energi juga masih diproyeksikan meningkat," ungkapnya.

Dari sisi peningkatan kapasitas BBM, PT Pertamina (Persero) masih akan meningkatkan kapasitas suplai BBM dari proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan dan kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR) Tuban.

"Dari sisi peningkatan kapasitas supply BBM, Pertamina tetap akan melakukan ekspansi dan modernisasi kilang (RDMP) di Balikpapan dan kilang baru (grass root) di Tuban," tuturnya.

Untuk Kilang Tuban Pertamina bermitra dengan perusahaan migas asal Rusia, Rosneft. Sementara untuk Kilang Balikpapan masih dalam penjajakan walaupun konstruksi sudah dimulai.

Dia memperkirakan untuk saat ini, terlebih dengan kondisi terkini, hanya dua proyek ini yang akan dibangun Pertamina.

"Untuk sementara saya kira yang akan dibangun hanya kedua proyek tersebut," jelasnya.

Dia berpandangan, Pertamina akan semakin sulit dalam mendapatkan partner jika berkeinginan membangun kilang lain, termasuk pendanaannya.

Untuk mencari sumber pendanaan, Pertamina kemarin baru saja menandatangani Perjanjian Kerahasiaan (Non-Disclosure Agreement/ NDA) dengan Lembaga Pengelola Investasi Indonesia, Indonesia Investment Authority (INA).

Pjs Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, perjanjian ini guna menjajaki potensi kemitraan strategis investasi pada sektor energi, termasuk energi terbarukan yang dijalankan Pertamina.

Dia mengatakan, sepanjang 2020-2024 Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi sedang menjalankan 14 Proyek Strategis Nasional (PSN) dan 300 proyek investasi lainnya di sektor hulu, hilir dan energi bersih terbarukan dengan total anggaran hingga US$ 92 miliar atau sekitar Rp 1.315 T (asumsi kurs Rp 14.300 per US$).

Selain itu, terdapat beberapa rencana proyek strategis Pertamina dalam rangka unlock value untuk mengoptimalisasi nilai Pertamina Group. Adapun pendanaan untuk proyek tersebut berasal dari internal maupun eksternal.

Dia mengatakan, sebagian proyek-proyek tersebut berpeluang untuk mendapatkan pendanaan dari INA.

Penandatanganan perjanjian dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati bersama Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah, kemarin, Rabu (19/05/2021).

Fajriyah pun sempat mengatakan bahwa pihaknya masih konsisten mengoperasikan proyek kilang yang telah ada dan mengembangkan proyek kilang baru, sesuai dengan rencana perseroan dan sejalan dengan PSN.

Dia menilai, keberadaan kilang Pertamina untuk Indonesia sangat penting, terutama untuk memenuhi kebutuhan domestik dan mengurangi impor BBM.

"Ke depan, kilang Pertamina juga diintegrasikan dengan petrochemical yang varian produknya akan lebih valuable dengan demand yang semakin meningkat," ujarnya.

Seperti diketahui, Pertamina kini mengoperasikan enam kilang BBM dan tengah membangun proyek ekspansi kilang, baik RDMP maupun kilang baru (GRR). Proyek RDMP antara lain kilang Balikpapan, Dumai, Balongan, dan Cilacap, dan kilang baru di Tuban, serta proyek kilang hijau atau dikenal dengan nama biorefinery di kilang Plaju dan Cilacap.

Berdasarkan data Pertamina per Februari 2021, total investasi untuk sejumlah proyek kilang tersebut mencapai US$ 43 miliar atau sekitar Rp 602 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$). Proyek ini ditujukan untuk mengolah 1,4 juta barel per hari (bph) minyak mentah dari sekitar 1 juta bph saat ini.

Proyek ini ditargetkan memproduksi BBM sekitar 1,2 juta bph dari saat ini sekitar 600 ribu bph, lalu produksi petrokimia naik menjadi 12 juta ton per tahun dari saat ini sekitar 1,66 juta ton per tahun. Adapun BBM yang dihasilkan memiliki standar Euro V dari saat ini masih standar Euro II.

Berikut sejumlah proyek kilang minyak Pertamina yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional:
1. Kilang minyak Bontang, Kalimantan Timur.
2. Kilang minyak Tuban, Jawa Timur.
3. Konstruksi tangki penyimpanan BBM, Indonesia Bagian Timur.
4. Konstruksi tangki penyimpanan LPG, Indonesia Bagian Timur.
5. Upgrading kilang-kilang existing/ Refinery Development Master Plan (RDMP) di Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Riau, dan Sumatera Selatan.
6. Upgrading kilang existing (RDMP) dan industri petrokimia Balongan, Jawa Barat.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Targetkan Ekspor Petrokimia dari Kilang Balongan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular