Pelajaran dari Jepang: Pandemi Tak Terkendali, Ekonomi Mati!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 May 2021 15:19
Tokyo
Foto: Tokyo (AP/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah setengah tahun mampu mempertahankan ekonomi tumbuh positif, akhirnya Jepang tumbang juga. Pada kuartal I-2021, ekonomi Negeri Matahari Terbit kembali mengalami kontraksi alias tumbuh negatif. Jepang memberi pelajaran bahwa pengendalian pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah syarat mutlak untuk membuat ekonomi bisa 'berlari'.

Pada kuartal I-2021, ekonomi Jepang tumbuh negatif (terkontraksi) 1,3% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu -1,2% qtq apalagi dibandingkan kuartal IV-2020 yang tumbuh 2,8% qtq.

Secara kuartalan yang disetahunkan (annualized), Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang tumbuh -5,1%. Jauh memburuk ketimbang kuartal pamungkas 2020 yang tumbuh 12,7%, juga lebih parah dibandingkan konsensus Reuters yang memperkirakan di -4,6%. Ini adalah kontraksi pertama sejak kuartal II-2020.

Pandemi virus corona kembali 'bergentayangan' di Negeri Sakura. Ini membuat pemerintah kembali memberlakukan kondisi darurat di sejumlah kota besar, termasuk Ibu Kota Tokyo.

Pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat membuat permintaan anjlok. Konsumsi rumah tangga tumbuh -1,4% qtq pada kuartal I-2021, memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbun]h 2,2% qtq. Investasi juga mengalami kontraksi, tumbuh -1,4% qtq.

Sepanjang kuartal I-2021, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan rata-rata penambahan pasien positif corona di Jepang bertambah 2.687 orang setiap harinya. Jauh lebih tinggi ketimbang rerata kuartal sebelumnya yaitu 1.601 orang per hari.

Jadi tidak heran pemerintah Jepang memilih untuk 'mengunci' aktivitas masyarakat. Meski keputusan itu dibayar dengan harga yang sangat mahal, yaitu ekonomi yang 'mati suri'.

Lonjakan kasus positif corona di Jepang seolah menjadi tema di Asia akhir-akhir ini. Setelah sempat terkendali, kini virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu kembali menebar teror.

Misalnya di Asia Tenggara. WHO melaporkan, jumlah pasien positif corona di kawasan Asia Tenggara per 16 Mei 2021 adalah 2.8082.564 orang. Bertambah 327.745 orang dari hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien baru adalah 386.238 orang per hari. Lebih tinggi ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 355.621 orang setiap harinya.

Dua negara tetangga Indonesia, Malaysia dan Singapura, adalah yang memutuskan untuk menutup 'keran' aktivitas dan mobilitas warga. Pekan lalu, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengumumkan pemerintah kembali menerapkan lockdown yang disebut Movement Control Order (MCO) skala nasional yang berlaku hingga 7 Juni 2021.

Pemerintah melarang warga melakukan perjalanan antar-kota dan antar-negara bagian. Rakyat Negeri Harimau Malaya juga dilarang kumpul-kumpul untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Pun di Singapura. Mulai akhir pekan lalu hingga pertengahan bulan depan, pemerintah Negeri Singa membatasi warga yang berkumpul maksimal dua orang. Restoran tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat, dan perkantoran wajib memberlakukan kerja jarak jauh bagi seluruh karyawan.

Pada kuartal I-2021, Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura masih bisa tumbuh walau hanya 0,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sementara konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan PDB Malaysia masih terkontraksi 1,9% yoy. Walau masih negatif, tetapi jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang -3,4% yoy.

Akan tetapi, perkembangan pandemi virus corona membuat prospek ekonomi menjadi samar-samar. Pasar menilai sepanjang pandemi belum terkendali, maka mustahil ekonomi bisa dikerek lebih tinggi.

"Proyeksinya semakin memburuk dalam beberapa pekan terakhir, akibat lonjakan kasus positif yang berujung kembali diberlakukannya pembatasan aktivitas masyarakat. Perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini hampir pasti akan terus mengalami koreksi ke bawah," tegas Alex Holmes, Ekonom Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Kasus Covid-19 di RI Bertambah 802 Hari ini, DKI Terbanyak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular