
Lebih Dari 12 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat jumlah wajib pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mencapai 12,48 juta wajib pajak hingga 30 April 2021. DJP mencatat pelaporan ini terdiri dari 872.995 SPT Badan dan 11,61 juta SPT Orang Pribadi, dengan 95,3% atau lebih dari 11,89 juta SPT dilaporkan secara elektronik melalui e-Filing, e-Form, dan e- SPT.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan jumlah pelaporan SPT tahun ini meningkat 13,3% atau 1,46 juta SPT jika dibandingkan dengan jumlah pelaporan SPT tahun sebelumnya 11,02 juta. Pelaporan SPT secara elektronik juga tumbuh sebesar 11,7% atau 1,24 juta lebih banyak dari tahun sebelumnya yang terkumpul 10,65 juta SPT.
"Pada 30 April 2021 merupakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan Badan tahun pajak 2020. Terima kasih kepada para Wajib Pajak Badan yang telah melaporkan SPT Tahunannya tepat waktu. Kepatuhan penyampaian SPT merupakan poin penting untuk peningkatan penerimaan pajak," ungkap Neilmaldrin dalam siaran resminya, Selasa (04/05/2021).
Dia menambahkan bahwa wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan tetap bisa melaporkannya. Meskipun demikian, atas keterlambatan tersebut akan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.
Untuk itu DJP mengimbau masyarakat agar melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apalagi pajak memiliki peranan penting dalam membiayai program vaksin Covid-19 dan pemberian insentif kepada masyarakat terdampak.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak hanya bertugas untuk mengumpulkan penerimaan negara, namun juga ikut mendorong perekonomian negara. Apalagi di tengah pandemi covid-19, DJP juga berperan besar dalam pemulihan ekonomi.
"Pada saat pandemi ini pajak memiliki peran tambahan. Pajak itu tidak hanya sekedar mengumpulkan penerimaan, pada saat bersamaan pajak juga kasih relaksasi guna dukung dunia usaha, dan WP yang sekarang sedang sulit," jelasnya.
Suahasil menjelaskan pandemi menekan fundamental kehidupan dunia. Total kasus dunia sudah mencapai 123 juta lebih dan kematian yang mencapai 2,7 juta jiwa. Indonesia juga tidak bisa menghindar dari tekanan tersebut, sehingga dibutuhkan kebijakan agar dampaknya tidak terlalu dalam.
"Virus belum ada obatnya maka perlu pembatasan sosial untuk kurangi dampaknya. Pembatasan berdampak ke kegiatan ekonomi, maka kegiatan ekonomi menurun dan banyak usaha WP terdampak, banyak ibu bapak yang pegawai ada terdampak ada juga merasakan pengurangan permintaan dan skala usaha," terang Suahasil.
Ini juga yang menjadi alasan penerimaan menurun, khususnya dari pajak. Dunia usaha tertekan sehingga membuat kesulitan membayar pajak. Pemerintah, kata Suahasil memahami hal tersebut, maka dari itu relaksasi pajak justru diberikan ketika penerimaan lebih rendah.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan e-SPT, Ini Cara Terkini Lapor Pajak Online!