BEI Berikan Insentif Bagi Emiten Yang Terapkan SDGs

Rahajeng KH, CNBC Indonesia
03 May 2021 18:08
Kulik Cara RI Tarik Investor Global di Bisnis Ramah Lingkungan  (CNBC Indonesia TV)
Foto: Kulik Cara RI Tarik Investor Global di Bisnis Ramah Lingkungan (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan konsep berkelanjutan yang dapat menciptakan peluang bisnis. Komitmen ini bahkan bisa diterapkan pada perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi terdapat mengatakan berkomitmen mendorong implementasi pembangunan berkelanjutan pada emiten dengan insentif dan index khusus. Dia mengatakan saat ini ada 30 emiten yang masuk Green Index ESG Leaders yakni perusahaan yang menerapkan praktik keuangan dan investasi yang berwawasan SDGs.

"Misalnya Indeks Sri Kehati ada 27 emiten yang setiap saat menjadi konstituen atau anggota indeksnya sementara IDX Green Index ESG Leaders ada 30 saham-saham yang menjadi anggotanya," kata Hasan dalam webinar "SDGs dan Peluang Bisnis Ramah Lingkungan", Senin (03/05/2021).

Sementara untuk perusahaan yang hendak melantai di bursa, akan diberikan insentif oleh BEI dengan melampirkan dokumen yang yang secara terbuka disampaikan kepada publik bagaimana penerapan dan praktik Environmental, Social and Good Governance (ESG). Selain itu akan dilakukan evaluasi berkala dari sisi lingkungan sosial dan tata kelolanya terbuka dan tersedia dokumen lengkap.

"Saat pencatatan kami memberikan insentif bagi perusahaan baru, yang sudah dapat membuktikan mereka dapat melakukan ESG dengan baik. Seperti pengurangan biaya pencatatan maupun relaksasi atas keterbukaan informasi di kemudian hari, ini komitmen kami mendorong praktik ESG di perusahaan yg tercatat di bursa," ujar Hasan.

Tim Pelaksana SDGs Bappenas, Arifin Rudiyanto mengatakan ada empat pilar dalam SDGs yakni ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola. Untuk lingkungan yang paling utama adalah pembangunan rendah karbon untuk mengendalikan emisi karbon terbesar, dari sisi sektor energi khususnya transportasi, pertanian dan limbah industri.

"Uni Eropa dalam waktu dekat akan menerapkan karbon border, artinya semua produk yang masuk kalau proses produksinya kalau menggunakan energi dengan emisi tinggi akan dikenakan pajak tambahan. Maka betul-betul harus dipikirkan energi fosil jadi energi baru terbarukan, tapi ini jangka panjang," kata Arifin.

Sebelum menuju kesana, industri bisa tetap menggunakan teknologi terbaru misalnya dengan gas seperti jaringan gas kota, trans gas Kalimantan dan Jawa sehingga bisa mendukung pilar ekonomi juga.

Potensi bisnis yang berkelanjutan pun bukan hanya berlaku untuk perusahaan besar, melainkan juga UMKM. Ketua Pengurus Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) Sigit P. Kumala mengatakan saat ini pihaknya mengelola lebih dari 2.000 UMKM di empat sektor yakni kerajinan dan kuliner 45%, pertanian 29%, dan manufaktur 16%. Sejak 1986 YDBA telah membina lebih dari 11 ribu UMKM dan beberapa diantaranya telah mendapatkan sertifikasi mandiri.

"Secara produk yang paling banyak adalah suku cadang yang disuplai untuk perusahaan otomotif baik roda dua maupun empat, kemudian dari sisi kerajinan, seperti anyaman dan batik. Untuk yang kuliner pun telah go digital dengan memasarkan produknya secara online," kata Sigit.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pada 2030 RI Harus Sudah Bisa Atasi Kemiskinan & Kesenjangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular