
Bocor Inisial 'Mr M' Mafia, Benar Ada Mafia Alutsista di RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Jokowi sejak awal memimpin sudah mengingatkan soal memangkas peran broker dalam pengandaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Jokowi menyampaikan keinginannya agar proses pengadaan alutsista harus dimulai dari interaksi antara pemerintah dengan pemerintah untuk memangkas broker.
"Kecenderungan di situ adalah mark up harga," kata Jokowi pada Juli 2016.
Soal broker ini sudah jadi rahasia umum, bahkan ada yang mengaitkannya dengan mafia. Pemerhati Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mengungkapkan ada mafia alutsista berinisial "Mr M" yang mengambil keuntungan dari transaksi alutsista di Indonesia, seperti disampaikan dalam acara Impact bersama Peter Gontha pekan lalu.
Belakangan pengadaan alutsista menyeruak, terkait tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. Sebelumnya Menhan Prabowo Subianto memang sedang berkeliling untuk belanja alutsista ke banyak negara.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi angkat suara soal broker dalam pengadaan alutsista. Ia berpendapat transparansi penting untuk menghindari persepsi publik yang melihat pengadaan alutsista, sehingga tak ada pandangan soal keberadaan broker apalagi mafia.
"Selama ini pihak ketiga pengadaan alutsista kesannya mafia driven, karena keterlibatan pihak ketiga nggak diatur secara rigid, termasuk gimana menjamin kemampuan dan kapabilitas dalam pengadaan, standar kecakapan, dan kewenangannya," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (3/5/21).
Pihak ketiga ini umumnya merupakan broker yang menjadi kepanjangan tangan perusahaan asing sebagai penyedia alutsista dengan pihak pemesan dari dalam negeri, dalam hal ini Kementerian Pertahanan maupun pengguna yakni TNI.
"Pengaturan keterlibatan pihak ketiga penting diatur, supaya pihak ketiga dalam artian agen pabrikan asing tidak lagi menjadi pihak luar yang aktivitasnya nggak bisa diawasi dan nggak bisa dikendalikan, jadi perannya akhirnya legal dan formal," katanya
Perlunya aturan yang jelas membuat anggaran yang keluar tidak lagi menimbulkan pertanyaan mengenai arahnya. Ada kekhawatiran bagaimana anggaran tersebut terkena mark-up maupun spesifikasinya kena downgrade. Akhirnya, prajurit di lapangan yang kembali jadi korban.
"Ketika diatur pihak ketiganya, kita juga punya database, bisa mengidentifikasi aktor-aktor yang berlaku sebagai agen aktor pengadaan ini. Kita nggak main di wilayah abu-abu lagi tapi keterlibatan mereka formal dan legal," jelas Fahmi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mafia Tanah Berkeliaran di Mana-Mana, Apa Dibiarkan Saja?