Internasional

Myanmar Ngenes, PBB Ramal Setengah Populasi Jatuh Miskin

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
03 May 2021 15:05
Anti-coup protesters gather outside the Hledan Centre while the flag of the National League for Democracy party is waved from an overhead roadway in Yangon, Myanmar Monday, Feb. 22, 2021. Protesters gathered in Myanmar's biggest city Monday despite the ruling junta's thinly veiled threat to use lethal force if people answered a call for a general strike opposing the military takeover three weeks ago.(AP Photo)
Foto: Demo dan Mogok Kerja Akibat Kudeta Militer di Myanmar (AP Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi setengah populasi Myanmar akan hidup dalam garis kemiskinan tahun depan. Hal ini dipicu efek kudeta dan pandemi Covid-19 yang melanda negara itu.

Dikutip dari media lokal, The Irrawaddy, lembaga PBB United Nation Development Programme (UNDP) menyatakan dalam temuannya, kudeta telah membawa kehidupan sosio-ekonomi masyarakat berubah. Bila ini tidak diperbaiki kemiskinan akan menyentuh 48,4% tahun depan.

"Dalam skenario terburuk, 48,2% penduduk Myanmar akan hidup dalam kemiskinan," kata laporan itu, dikutip Senin (3/5/2021).

Dikatakan bahwa krisis ini menyebabkan hilangnya gaji dan pendapatan yang signifikan. Terutama untuk usaha kecil dan akses terbatas ke makanan, layanan dasar dan perlindungan sosial untuk populasi yang lebih luas.

"Dari tahun 2005 hingga 2017, Myanmar berhasil mengurangi hampir separuh jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan. Namun, tantangan selama 12 bulan terakhir telah menempatkan semua hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah ini dalam risiko," kata Achim Steiner, administrator UNDP.

"Tanpa lembaga demokrasi yang berfungsi, Myanmar menghadapi kemunduran yang tragis dan dapat dihindari menuju tingkat kemiskinan yang tidak terlihat dalam satu generasi."

Myanmar telah membuat pencapaian signifikan dalam pengurangan kemiskinan selama beberapa dekade terakhir. Pada 2017, Myanmar memiliki angka kemiskinan 24,8%, turun dari 48,2% pada 2005.

Pada akhir tahun 2020, 83% rumah tangga Myanmar melaporkan bahwa pendapatan mereka, rata-rata, hampir setengahnya karena pandemi Covid-19. Akibatnya, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11%.

Situasi semakin memburuk dengan kudeta Februari, dengan proyeksi yang menunjukkan peningkatan 12% lebih lanjut dalam kemiskinan.  Ia memperingatkan bahwa semua laporan ekonomi sejak kudeta menunjukkan bahwa negara itu mendekati keruntuhan ekonomi.

Tahun lalu, pertumbuhan PDB Myanmar telah turun menjadi 1,8% karena efek pandemi. Tapi World Bank (Bank Dunia) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan kenaikan kembali ke pertumbuhan 6% tahun ini.



Namun setelah kudeta militer, Bank Dunia menyatakan bahwa ekonomi Negeri Seribu Pagoda itu bisa ambruk hingga 10%. Dikatakan protes, pemogokan, aksi militer, pengurangan mobilitas dan gangguan pada layanan publik, seperti perbankan, logistik dan akses internet, akan menghancurkan aktivitas ekonomi.

Setelah kudeta, investasi asing juga langsung mengering, termasuk dalam proyek-proyek yang ada, karena negara-negara barat menjatuhkan sanksi pada rezim militer. Hampir 200.000 pekerja garmen dan sekitar 300.000 hingga 400.000 pekerja konstruksi kehilangan pekerjaan mereka setelah kudeta, menurut serikat pekerja.

UNDP mengatakan wanita dan anak-anak diperkirakan akan terkena paling parah oleh Covid-19 dan pemerintahan militer. Terutama di daerah perkotaan, tempat sebagian besar keluarga berpenghasilan rendah tinggal.

"Kemiskinan anak diperkirakan akan tetap tinggi, dengan lebih dari separuh anak hidup dalam kemiskinan dalam skenario pesimistis. Hal ini akan semakin memperburuk transmisi kemiskinan antar generasi, yang ditambah dengan kemungkinan penutupan sekolah, dapat berdampak buruk pada sumber daya manusia generasi berikutnya, "kata UNDP.

Situasi di Myanmar sendiri masih memburuk bahkan setelah kesepakatan yang dibuat oleh ASEAN. Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mengatakan 3.431 orang ditahan karena menentang kudeta.

Selain itu, dikabarkan juga hingga saat ini sudah lebih dari 750 orang tewas dalam kekerasan junta terhadap para demonstrananti-kudeta. Keadaan ini diperparah setelah milisi etnis bersenjata telah memberikan dukungan penuh kepada "pemerintahan tandingan" bentukan pemerintah bayangan yang dimotori partai Aung San Suu Kyi, membuat kekhawatiran baru akan perang saudara.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! Junta Myanmar 'Ngamuk' ke PBB, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular