Ada Guru di Sukabumi Lumpuh Usai Divaksin, Benarkah Ini?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 May 2021 11:13
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin dosis pertama kepada driver Gojek di Kemayoran, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Halodoc dan Gojek berkolaborasi hadirkan pos pelayanan Covid-19 melalui metode Drive thru dan melayani 1.500 dosis vaksin setiap harinya untuk memperkuat upaya Kementerian Kesehatan RI dalam mempercepat Vaksinasi Covid-19 di Indonesia.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin dosis pertama

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada pemberitaan terbaru yang tengah ramai diperbincangkan. Seorang guru di Sukabumi dikabarkan mengalami kelumpuhan setelah vaksinasi Covid-19. Namun hal tersebut langsung dibantah oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmiz menjelaskan, guru tersebut mengalami guillain barre syndrome yang disebabkan oleh virus lain dan bukan covid-19 maupun efek dari vaksinasi.

"Karena GBS itu merupakan infeksi oleh jenis virus lain yang mungkin timbul saat kekebalan tubuh kita menurun," jelas dr Nadia saat dihubungi detikcom Senin (3/5/2021).

Maka dari itu, tak ada kaitan antara infeksi GBS dengan COVID-19 maupun vaksinasi Corona. Maka dari itu, kata Nadia, masyarakat tak perlu khawatir berlebihan hingga memilih enggan vaksinasi COVID-19.

"Ini sudah berbeda perjalanan penyakitnya," lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menyebut penyebab GBS masih belum dipahami sepenuhnya. Namun, gejala awal GBS biasanya pasien merasa kesemutan hingga kelemahan.

Infeksi GBS yang belakangan terkuak diidap Bu Susan terungkap dalam hasil investigasi bersama Komnas KIPI. Ketua Komnas KIPI Prof Hindra Irawan Satari menegaskan infeksi ini bahkan sangat jarang terjadi.

"Diagnosis dari DPJP RSHS: guillain barre syndrome," kata Prof Hindra.

Prof Hindra menerangkan kondisi GBS yang dialami guru Susan tidak terkait dengan vaksin COVID-19. Tidak cukup bukti untuk menunjukkan adanya keterkaitan KIPI dengan imunisasi yang diberikan.

Dikutip dari laman CDC, sindrom Guillain-Barre (GBS) adalah kelainan langka di mana sistem kekebalan tubuh merusak sel saraf, menyebabkan kelemahan otot dan terkadang kelumpuhan. Meskipun penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami, sindrom ini sering kali terjadi setelah infeksi virus atau bakteri.

Kelemahan dan kesemutan biasanya merupakan gejala pertama.

Sensasi ini bisa menyebar dengan cepat, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh. Dalam bentuk yang paling parah, sindrom Guillain-Barre adalah keadaan darurat medis. Kebanyakan orang dengan kondisi tersebut harus dirawat di rumah sakit untuk menerima perawatan.

Belum ada obat yang diketahui untuk sindrom Guillain-Barre, tetapi beberapa perawatan dapat meredakan gejala dan mengurangi durasi penyakit. Meskipun kebanyakan orang sembuh dari sindrom Guillain-Barre, angka kematiannya adalah 4-7 persen.

Antara 60-80 persen pengidapnya mampu berjalan dalam enam bulan. Pasien mungkin mengalami efek yang menetap, seperti kelemahan, mati rasa atau kelelahan.

Di masa lalu, vaksinasi (terutama vaksin flu yang digunakan di AS selama wabah flu babi tahun 1976) dikaitkan dengan peningkatan risiko sindrom Guillain-Barré. Tetapi penelitian menemukan kecil kemungkinan bisa terkena kondisi ini setelah vaksinasi.

Untuk mempelajari apakah vaksin baru menyebabkan GBS, CDC biasanya akan membandingkan tingkat kejadian GBS pada populasi biasa dengan tingkat GBS yang diamati pada orang usai vaksinasi. Ini membantu untuk menentukan apakah suatu vaksin dapat menyebabkan lebih banyak kasus.

"Tidak cukup bukti untuk menunjukkan adanya keterkaitan KIPI dengan imunisasi yang diberikan," lanjutnya.

Berita selengkapnya >> Kemenkes Angkat Bicara soal GBS dan Guru Susan Lumpuh Usai Vaksin Corona


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai-Ramai Warga China Buru Vaksin Pfizer Cs ke Luar Negeri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular