
Round Up
Alutsista RI Rentan & Anggaran Minim, Salah Prabowo?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
01 May 2021 12:10

Belakangan kinerja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi sorotan pasca tragedi KRI Nanggala-402. Frekuensi kunjungan kerja luar negeri Prabowo mengingatkan pada Presiden Gus Dur pada tahun 1998-1999.
Dalam periode 17 bulan sebagai Menhan, Prabowo telah berkunjung ke Rusia sebanyak tiga kali, Austria, Prancis sebanyak dua kali, Inggris, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Cina, Amerika Serikat, Malaysia, Thailand, Turki dan Filipina.
Namun, aspek pertahanan negara yang serba rahasia membuat masyarakat tidak banyak mendengar apa yang Prabowo perbuat selama ini untuk alutsista RI.
Peneliti Center for ASEAN Energy Research Universitas Pertamina Ariscynatha Putra Ingpraja mengatakan konteks yang menggerakkan Prabowo dalam diplomasi pertahanan adalah adanya tensi politik AS dan Cina di Indo-Pasifik.
Bila diplomasi pertahanan Indonesia efektif, Indonesia bisa memiliki kekuatan militer yang disegani oleh AS dan Cina, dua negara yang tengah bersitegang itu.
"Pertahanan Indonesia membutuhkan akuisisi alutsista secara masif dan di sanalah muncul kebutuhan akan diplomasi pertahanan," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Ia memaparkan, untuk menjadi negara dengan kekuatan militer yang disegani, Indonesia sendiri masih dalam proses transformasi. Jumlah alutsista jika dibadingkan dengan luas ruang udara, perairan dan daratan relatif kecil.
Saat ini Indonesia dengan luas ruang udara 8,3 juta kilometer hanya mengoperasikan 33 F-16 lama, 16 Su-27/30, tanpa pesawat AEW&C, satu tanker C-130B Hercules, empat kapal selam dan tujuh fregat.
Bandingkan dengan Singapura dengan wilayah daratan seluas 728,3 kilometer persegi mengoperasikan 40 F-15SG, 60 F-16 Blok 52, empat pesawat intai G550-AEW, enam tanker A330 MRTT, 96 tank Leopard 2SG, empat kapal selam dan enam fregat.
Alutsista Indonesia sendiri sudah banyak yang usang karena dilema yang dihadapi juga oleh banyak negara lainnya, yaitu antara mengutamakan pembangunan kesejahteraan dan menjaga kemampuan pertahanan. Sebab, alutsista di bidang pertahanan sangat cukup mahal.
Dalam hal ini, Ariscynatha menyambung, diplomasi pertahanan seperti yang gencar dilakukan Prabowo dibutuhkan untuk membuka akses terhadap akuisisi alutsista berteknologi maju.
Sebab faktanya pembelian alutsista tidak berhenti sampai pada kemampuan sebuah negara untuk membeli, tetapi dibutuhkan pula perizinan dari pemerintah negara produsen alutsista.
Dalam kasus tertentu, dibutuhkan juga izin dari sejumlah negara lain yang terafiliasi dengan alutsista tersebut. Contohnya adalah F-35, yang merupakan pesawat tempur canggih bergenerasi lima yang sulit terdeteksi radar yang mampu mengusung empat rudal atau bom di dalam perutnya.
Misalnya untuk akuisisi F-35, sebuah negara membutuhkan ijin pemerintah AS dan juga urutan antrian dari negara-negara pembeli terdahulu F-35 yang akan membuat rencana akuisisi F-35 untuk TNI AU menghadapi kendala teknis.
Di situlah diplomasi pertahanan dibutuhkan. (dru)
[Gambas:Video CNBC]
Pages
Most Popular