
Masih Banyak Masyarakat yang Keliru Soal BPJS Kesehatan

Jakarta, CNBCÂ Indonesia- Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) adalah salah satu program yang dicanangkan pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan yang merata pada seluruh masyarakat Indonesia.
Namun dalam perjalanannya, hingga kini masih banyak masyarakat yang belum melihat fungsi JKN-KIS dan peranan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya secara benar. Pandangan yang salah atau kurang tepat ini, ternyata juga banyak dilakukan oleh klinik sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Perhimpunan Klinik & Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI), Liliek Gondomono. Ia mengatakan bahwa paradigma berpikir masyarakat banyak yang masih kurang benar soal BPJS Kesehatan, karena banyak dari masyarakat yang merasa untung rugi berasal dari ada atau tidaknya klaim tagihan ke BPJS Kesehatan.
"JKN-KIS itu bukan omong kosong, karena sudah terbukti banyak menolong orang. Termasuk ibu saya sendiri yang jatuh dan harus operasi karena patah tulang. Dan itu semua sama sekali gak bayar karena pakai JKN-KIS," ujar dokter lulusan Unair tahun 1986 ini.
Liliek yang juga pemilik klinik provider BPJS Kesehatan ini menjelaskan bahwa pemahaman yang kurang tepat tentang program ini juga sering dialami oleh klinik kesehatan. Contohnya, lanjut Lilik, pemilik atau pelaku klink juga seringkali mengeluh biaya operasional klinik tidak cukup kalau hanya mengandalkan kepesertaan BPJS Kesehatan.
"Karena FKTP itu berbasis kapitasi, artinya kalau peserta yang terdaftar banyak, ya klinik dapat banyak. Tapi kalau satu orang sering berobat misalnya seminggu sampai 3 kali sakit maka FKTP ya rugi karena harus mengeluarkan obat-obatan sementara yang didapat klinik tetap, karena berdasar kapitasi," ujar Liliek.
Artinya, lanjut Liliek, kalau peserta BPJS sehat semua dan tidak sakit, atau sedikit yang berkunjung ke klinik, maka itu menguntungkan FKTP karena tidak perlu mengeluarkan obat. Dan memang banyak klinik yang bertahan karena sistem yang digunakan ini.
"Jadi ya kalau FKTP ingin untung, harus menyesuaikan biaya operasional dengan jumlah kepesertaan BPJS-nya. Selain juga harus memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga itu akan membuat informasi bahwa FKTP ini baik, maka akan banyak juga peserta yang memilih FKTP tersebut sebagai faskes tingkat pertamanya. Nah, kalau jumlah pesertanya naik ya kliniknya akan untung," tegas Liliek.
Menyinggung tentang biaya berobat di Indonesia yang relatif mahal, Liliek menyebutkan bahwa kehadiran BPJS Kesehatan adalah salah satu solusi yang tepat. Hal ini dikarenakan memang sudah waktunya masyarakat tidak menjadi korban atau obyek, dan biaya kesehatan masyarakat harus lebih diperhatikan.
"Di Indonesia ini biaya kesehatan dinilai mahal sebenarnya bukan karena obatnya yang mahal, tapi jasa dokternya inilah yang paling mahal. Hal inilah membuat masyarakat kesulitan," lanjutnya.
Liliek mengakui bahwa BPJS Kesehatan sekarang sudah lebih baik, lebih maju dan lebih tertata, meski harus terus menerus berbenah. Pihaknya pun terus membantu memberikan masukan pada BPJS Kesehatan maupun pihak terkait agar semua kekurangan dapat dibenahi bersama.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mantap! 95% Warga Papua Sudah Terlindungi Jaminan Kesehatan