
Heboh Soal Utang RI Tak Terkendali, Cek Dulu Fakta Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia- Utang pemerintah Indonesia kembali menjadi sorotan yang tercatat 6.445,07 triliun pada akhir Maret 2021. Realisasi naik Rp 1.252,51 triliun dibandingkan Maret 2020 yang mencaoau Rp 5.192,56 triliun.
Kenaikan utang ini diikuti dengan pelebaran rasio menjadi 41,64% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sejumlah pihak pun menilai utang Indonesia sudah tidak terkendali.
Namun apakah benar utang Indonesia sudah tidak terkendali?
Pertama, bila dikomparasikan dengan negara ASEAN-5, rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah, yakni hanya 41,64%. bandingkan dengan dengan Singapura di 150%, Malaysia 62%, Filipina 54% dan Thailand 44%.
Apalagi bila dibandingkan dengan sejumlah negara maju yang mencapai rasio utang terhadap PDB di atas 100%, Indonesia cenderung konservatif dalam soal utang. Apalagi batas rasio utang berdasarkan UU Keuangan Negara telah ditetapkan 60%.
"Proporsi utang terhadap PDB masih dalam batas aman," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo di twitter seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Pun, sebagian besar utang pemerintah sebagian besar dalam mata uang rupiah. Ini membuat risiko kurs menjadi minimal. Meski rupiah melemah, nominal utang pemerintah tetap terjaga.
Konfirmasi mengenai terjaganya kondisi utang Indonesia juga diberikan oleh Standard and Poor's (S&P) lembaga pemeringkat global yang berbasis di AS. S&P mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada investment grade BBB dengan outlook Negatif pada 22 April 2021.
Selain itu, Lembaga pemeringkat global asal Jepang, Rating and Investment Information, Inc. (R&I) juga mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+/outlook stabil (Investment Grade) pada 22 April 2021.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan afirmasi rating Indonesia tersebut menunjukkan keyakinan stakeholder internasional atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan Pemerintah.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," kata Perry, dalam pernyataan resminya, dikutip Jumat (23/4/2021).
Pertanyaan kedua mengapa utang Indonesia meningkat dan untuk apa?
Pertanyaan ini lebih mudah dijawab, yakni untuk membiayai perang melawan Covid-19 serta memulihkan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberi stimulus fiskal yang diberi nama anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tahun lalu, realisasi penyerapan anggaran PEN adalah Rp 579,78 triliun atau 83,4% dari target. Tahun ini, pagu anggaran PEN adalah Rp 699,43 triliun.
Sementara Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 150 basis poin (bps) ke posisi terendah sepanjang sejarah yaitu 3,5%. Plus menambah likuiditas (quantitative easing) yang mencapai Rp 776,87 triliun hingga 16 Maret 2021.
Anggaran ratusan triliun rupiah itu tentu perlu sumber pendanaan. Pajak belum bisa diandalkan, karena ekonomi masih belum pulih benar. Pajak adalah cerminan dari aktivitas ekonomi. Saat ekonomi masih lesu, setoran pajak juga akan begitu.
Ketika dunia usaha dan rumah tangga 'tiarap', saatnya negara memegang kendali. Negara harus hadir untuk menolong rakyat yang sudah 'tenggelam' sebatas leher. Tentunya pembiayaan APBN yang prudent, terjaga, dan terukur harus dilakukan demi menyelamatkan rakyat.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang Pemerintah Rp 5.910 T, Tambah Rp 1.000 T dalam Setahun
