Harga Minyak Drop ke US$ 40/Barel di 2030, Migas Game Over?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
28 April 2021 19:07
[DALAM] Harga Minyak Drop
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga konsultan energi global yakni Wood Mackenzie sempat meramal harga minyak mentah Brent akan jatuh ke US$ 40 per barel pada 10 tahun mendatang. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) juga diproyeksikan anjlok karena orang mulai beralih dari energi fosil ke energi ramah lingkungan.

Pengamat energi Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, jika ramalan tersebut menjadi kenyataan, maka ini akan menjadi "game over" atau masa berakhirnya industri migas dunia.

Namun demikian, dia tetap optimistis bila permintaan migas pada 10 tahun mendatang masih tinggi.

"Kalau sampai terjadi seperti disampaikan sampai US$ 40 per barel, ya akan terjadi game over ya, tapi kebanyakan orang masih anggap ini nggak terjadi," tuturnya dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/04/2021).

Dia pun mengatakan proyeksi tersebut sudah diubah menjadi US$ 70 per barel karena adanya sentimen positif. Badan Energi Internasional (International Energy Agency/ IEA) pun menyebut jika kebutuhan minyak akan terus naik setidaknya sampai dengan 2026 mendatang, yakni hingga 106 juta barel per hari (bph).

Masih besarnya permintaan minyak, menurutnya akan berimbas pada penguatan harga pada beberapa tahun mendatang. Meski demikian, dia menegaskan, tidak ada satu pun yang bisa memastikan berapa harga minyak ke depannya.

"Memang nggak ada yang pasti bisa memperkirakan harga, apalagi ada akselerasi transisi energi, misalnya dari kendaraan berbasis BBM ke kendaraan listrik," ujarnya.

Menurutnya, masih banyak orang yang berpandangan bahwa minyak akan tetap menjadi komoditas penting hingga beberapa tahun ke depan dan platonya masih akan lama.

Namun demikian, imbuhnya, yang dikhawatirkan di industri ini yaitu ketika setiap produsen gas berlomba-lomba memproduksi gas secara berlebihan karena memiliki kapasitas.

"Yang ditakutkan sebenarnya adalah orang berlomba-lomba memproduksi gas secara berlebihan karena mempunyai kapasitas. Kalau kondisi seperti itu kemungkinan harga akan pada kondisi seperti sekarang, antara US$ 40-70 per barel, tapi US$ 50-60 per barel itu base case," jelasnya.

Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus pun mengatakan pihaknya berharap agar harga minyak terus naik di atas keekonomian. Apalagi dalam konteks Indonesia, menurutnya target produksi minyak RI sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 masih relevan dengan proyeksi kebutuhan minyak Indonesia di 2030 seperti yang diperkirakan Dewan Energi Nasional.

"Terkait dengan kebutuhan Indonesia saja dalam perkembangan pembangunan masih perlu energi yang lebih. Kita masih percaya konsumsi masih tinggi karena masih dalam tahap pembangunan," paparnya.

Sebelumnya, laporan Wood Mackenzie belum lama ini memperkirakan bahwa harga Brent akan jatuh ke US$ 40 per barel pada 2030.

Harga minyak Brent akan drop ke level tersebut jika berbagai negara di dunia memegang teguh komitmen untuk mengurangi emisi karbonnya. Hanya saja langkah tersebut cenderung sulit dan tidak dilakukan secara seragam.

Namun dalam laporan risetnya, permintaan minyak akan turun tajam setidaknya mulai 2023 nanti. Permintaan akan turun dengan laju 2 juta barel per hari (bph) hingga mencapai 35 juta bph pada 2050. Angka ini setara dengan penurunan emisi karbon sebesar 60% dari level sekarang.

Konsumsi minyak mencapai rekor tertingginya yaitu 100 juta bph pada 2019 dan anjlok signifikan setahun setelahnya akibat pandemi Covid-19. Namun dengan adanya perbaikan prospek ekonomi tahun ini permintaan minyak diramal bakal rebound.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mimpi RI Cetak Rekor Produksi Migas Terbesar Sepanjang Masa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular