Harga Rumah 'Terbang' Saat 'Banjir' Diskon Pajak, Kok Bisa?

News - Ferry Sandi, CNBC Indonesia
28 April 2021 18:28
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit. Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan insentif berupa pembebasan PPN yang berlaku 1 Maret 2021 nyata dibarengi dengan kenaikan harga rumah seiring dengan permintaan yang naik. Pengembang sendiri membantah soal kenaikan harga rumah ini.

Hal ini terungkap dalam Riset Housing Finance Center (HFC) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, harga rumah mulai mengalami kenaikan mencapai 5,24% secara tahunan (year-on-year/yoy) per Maret 2021.

"Ada beberapa sih yang peningkatan harga dari developer. Kalau dilakukan saat ini kurang pas karena pemerintah memberi stimulus di tanah air, misalnya free PPN, bisa ada DP (uang muka) 0%, apalagi suku bunga bank turun. Kalau ada naik 5% harusnya nggak terjadi," kata Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/4/21).

Kenaikan harga membuat masyarakat harus mengocek kantong lebih dalam demi mendapatkan rumah impian. Padahal, Pemerintah sudah berupaya untuk meningkatkan perputaran ekonomi melalui beragam relaksasi.

Apalagi, kenaikan harga juga terjadi pada hunian tipe 70, mengarah pada end user yang benar-benar butuh hunian. Saat ini permintaan hunian pada tipe komersil seperti apartemen harus menurun.

"Sebelum pandemi banyak apartemen yang memberi kontribusi penjualan properti, sejak pandemi apartemen hold, nggak ada launching. Jadi developer masih launching tapi rumah-rumah tapak. Banyak developer-developer besar membuat rumah tapak, yang paling laku di bawah Rp 1 miliar untuk end user," sebut Lukas.

Relaksasi PPN dari Pemerintah menyasar pada harga rumah yang tidak terlalu tinggi. Diskon PPN 100% untuk hunian dengan harga hingga Rp 2 miliar serta diskon PPN 50% untuk hunian dengan harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Kebijakan tersebut seharusnya membuat harga rumah menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat.

Meski jumlah transaksi di segmen primary atau rumah baru lebih besar daripada bekas, namun dari segi nilai sebaliknya. Harga rumah bekas yang cenderung lebih mahal dengan spesifikasi lebih luas dan lengkap menjadi penyebabnya.

"Kontribusi secondary lebih besar mencapai 70% dari keseluruhan, primary 30%," sebut Lukas.

Pemerintah memang resmi memberikan insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang ditanggung oleh pemerintah untuk sektor properti selama 6 bulan dari Maret - Agustus 2021. Tujuannya agar rumah baru yang selama ini tidak laku akibat pandemi kembali laris. Selain itu, BI juga merilis aturan DP 0% bagi rumah baru mulai 1 Maret 2021.

BI melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) KP/PP menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang memenuhi kriteria Non Performing Loan/Non Performing Financing tertentu, dan menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak Loh, Cek Nih Tarifnya!


(hoi/hoi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading