Korsel 'Sunat' Pendanaan Batu Bara, RI Aman?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
28 April 2021 11:55
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Korea Selatan (Korsel) berencana mengurangi emisi karbon dengan cara mengakhiri pendanaan untuk proyek batubara di luar negeri. Namun, kebijakan ini tidak berlaku pada proyek yang sudah berjalan.

Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dalam Leaders Summit on Climate (Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim) yang diinisiasi Amerika Serikat (AS) pekan lalu.

Pemerintah Negeri Ginseng menegaskan pendanaan proyek yang sudah berjalan tidak akan terdampak pada kebijakan tersebut. Khusus di Indonesia, Korsel menyalurkan pendanaan jangka panjang untuk pembangkit listrik.

Pusat industri K-pop itu akan menyalurkan pendanaan jangka panjang untuk pembangkit melalui penjaminan Perusahaan Asuransi Perdagangan Korea (K-SURE) dan Bank Ekspor-Impor Korea (KEXIM). Serta, pendanaan langsung melalui KEXIM dan Bank Pembangunan Korea (KDB) baik untuk proyek PLN maupun proyek IPP.

Pemerintah lantas mengapresiasi langkah Korsel ini. Apresiasi juga diutarakan pemerintah terhadap pernyataan yang tetap berkomitmen pada pendanaan untuk proyek batu bara di Tanah Air yang tengah berjalan.

"Nggak masalah karena semua proyek PLTU Indonesia sudah finance closed dan tinggal penyelesaian konstruksinya," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal kelistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Wanhar, dalam keterangan resmi, Rabu (28/4/2021).



Wanhar juga menyebutkan pemanfaatan teknologi Ultra Super-Critical (USC) pada PLTU yang kini dibangun di Indonesia, menjadi bagian road map penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi.

Teknologi USC termasuk Clean Coal Technology atau CCT bisa mengurangi emisi GRK karena memiliki efisiensi sebesar 40%. Artinya, PLTU USC mampu mengonversi sebanyak 40% dari setiap energi yang terkandung di dalam batu bara menjadi energi listrik (kWh).

"Bukan sebagai standar, tapi semacam road map penggunaan PLTU di Indonesia," jelasnya.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Monty Girianna menegaskan Indonesia sudah mengikuti dan siap mengadopsi agenda perubahan iklim.

"Tentu saja untuk proyek-proyek PLTU Batubara yang existing masih tetap akan berjalan sesuai dengan kontrak, kalaupun ada perubahan perlu ada kesepakatan kedua belah pihak," kata Monty.

Ia menegaskan, Indonesia masih tetap komitmen untuk bersama-sama komunitas global mensukseskan agenda pengurangan emisi gas rumah kaca. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan baik yang digunakan untuk kelistrikan maupun nonkelistrikan.

Sebagai informasi, pemerintah juga tengah mengevaluasi dan memfinalkan RUPTL PLN tahun 2021-2030. Evaluasi yang dilakukan diantaranya adalah mengkaji proyek-proyek PLTU Batubara yang belum konstruksi dan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan.


(cha/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Naikkan Produksi Batu Bara, Simak Untung - Buntungnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular