Gas Pipa Lebih Murah, Kok RI Doyannya Impor LPG?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
22 April 2021 18:05
Pengakuan Warga Pasuruan: Dulu Pakai Kayu Bakar, Kini Jargas PGN
Foto: Efrem Limsan Siregar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasokan gas di Indonesia cukup melimpah, sayangnya belum terserap dalam negeri secara optimal, sehingga masih ada yang diekspor. Dalam memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, justru lebih banyak dipasok dari impor liquefied petroleum gas (LPG).

Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), impor LPG pada 2020 mencapai 6,2 juta metrik ton (MT). Pada 2021 ini impor LPG bahkan diperkirakan semakin meningkat menjadi 7,2 juta MT.

Padahal, ada pemanfaatan gas untuk pelanggan rumah tangga melalui pipa atau dikenal dengan istilah jaringan gas kota (jargas) yang jauh lebih murah daripada harga LPG.

Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Jugi Prajogio mengatakan, harga gas untuk jargas golongan pelanggan Rumah Tangga 1 (RT-1) lebih murah sekitar 15% daripada harga LPG bersubsidi tabung 3 kg. Lalu untuk jargas golongan pelanggan RT-2 sekitar 30% lebih murah daripada harga LPG non subsidi.

"Untuk Jargas RT-1 sekitar 15% lebih murah daripada LPG 3 kg. Sedangkan jargas RT-2 sekitar 30% lebih murah daripada LPG non subsidi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/04/2021).

Hal senada disampaikan Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa, dia mengatakan BPH Migas menerapkan harga jargas untuk Pelanggan Kecil-1 (PK-1), PK-2, RT-1, dan RT-2 lebih murah daripada harga LPG 3 kg maupun 12 kg.

"Ada efisiensi yang terjadi total di 57 kabupaten/kota se-Indonesia dengan total 500 ribu sambungan rumah, asumsi orang sudah 2 juta ini," tuturnya.

Ifan, sapaan akrab Fanshurullah Asa, menyebut di dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019 telah diberikan ruang untuk pembangunan jargas bisa dilakukan tidak hanya melalui dana pemerintah atau APBN, tapi juga bisa dilakukan oleh swasta.

"Swasta silahkan, sekarang sudah ada dua lembaga BUMN, swasta bangun jargas biaya sendiri, dia mau bangun di kawasan perumahan. BPH tetapin harganya, tentukan keekonomiannya," jelas Ifan.

Lebih lanjut dia mengatakan, jargas ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan LPG 3 kg yang menyedot banyak anggaran untuk subsidi. Belum lagi pemenuhan kebutuhan LPG lebih banyak dipasok dari impor.

"70% impor (LPG), artinya kalau impor ujung-ujungnya mafia migas juga," tegasnya.

Selain dengan jargas, upaya lain dari pemerintah dalam menekan impor LPG adalah dengan proyek gasifikasi batu bara di mana nantinya akan menghasilkan Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi LPG.

Tak hanya DME, ada juga kebijakan dari pemerintah dalam pemanfaatan kompor listrik untuk mengurangi penggunaan LPG. Menurutnya, program ini bagus untuk menjangkau daerah yang tidak ada pipa.

"Saya mendukung kebijakan Pak Erick Thohir dengan substitusi kompor listrik, nggak ada pipa, bisa pakai kompor listrik. Ini kalau wacana LPG ganti DME, nanti wacana doang itu," paparnya.

Dia pun menegaskan pihaknya mendukung program jargas dan juga kompor listrik untuk bisa menggantikan penggunaan LPG, sehingga pada akhirnya bisa mengurangi impor LPG.

"Kalau saya konkrit saja dukung jargas sebanyak-banyaknya, tidak hanya menggunakan APBN dan Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), jangan hanya wacana doang pakai swasta. Kedua, sebanyak-banyaknya kompor listrik," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Proyek Pipas Gas Raksasa RI, Ampuh Genjot Konsumsi Gas Bumi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular