
Waduh, Sudah Seperempat Abad Cadangan Minyak RI Turun Terus!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya pekerjaan rumah di sektor energi, khususnya produksi minyak. Pasalnya, sudah seperempat abad cadangan minyak RI terus menerus anjlok.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Taslim Yunus dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (19/04/2021).
Dia mengatakan, penurunan cadangan sudah terjadi sejak 1996 sampai sekarang. Minyak, imbuhnya, masuk ke dalam golongan industri tidak terbarukan, sehingga harus terus menerus dieksplorasi.
"Cadangan minyak turun sejak '96 sampai sekarang, sehingga berakibat pada produksi minyak kita yang terus turun dari tahun '96 sampai sekarang," ujarnya saat wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (19/04/2021).
Berdasarkan data BP Statistical Review, cadangan terbukti minyak RI bahkan terus menurun sejak 1991. Sebelum 1991, cadangan terbukti minyak RI masih menyentuh sekitar 9 miliar barel. Namun pada 1991 menjadi tinggal 5,9 miliar barel, lalu 1994 5 miliar barel, pada 2002 turun lagi menjadi sekitar 4,7 miliar barel.
Pada 2011 cadangan kian menurun hingga hanya tinggal 3,7 miliar barel, dan pada 2019 hanya tinggal sekitar 2,5 miliar barel.
Oleh karena itu, Taslim mengatakan, agar terus bisa memproduksi minyak ke depannya, maka diperlukan eksplorasi yang membutuhkan investasi jumbo. Sementara sejak 2014, investasi untuk eksplorasi pun menurutnya juga terus turun.
"Kita lihat investasi, khususnya eksplorasi, sejak 2014 turun tajam sampai sekarang," tegasnya.
Melihat kondisi ini, maka menurutnya diperlukan terobosan-terobosan baru agar investasi bisa terus ditingkatkan dan bisa menghasilkan cadangan baru.
Dia mengatakan, dari 128 cekungan sedimen di Tanah Air, baru 20 cekungan yang baru diproduksi dan ada 70 cekungan belum dieksplorasi. Dari sisi potensi, menurutnya cadangan minyak nasional masih besar bila cekungan yang belum dieksplorasi ini mulai digarap.
"70 cekungan belum dieksplorasi dan kami usahakan eksplorasi ini masif ke depan dan juga meningkatkan penurunan produksi yang nggak bisa dihindari," ujarnya.
Kebutuhan minyak di Indonesia rata-rata bisa mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari (bph). Sementara produksi minyak di Tanah Air jauh dari jumlah kebutuhan tersebut. Dia mengatakan, saat ini produksi minyak mentah RI hanya sekitar 677 ribu bph, lebih rendah dari target tahun ini 705 ribu bph.
Jika kebutuhan minyak dalam negeri ini belum bisa dipenuhi dari sisi produksi, maka mau tidak mau, harus dilakukan impor. Salah satu opsi untuk menekan impor minyak menurutnya adalah konversi ke gas.
"Bagaimana konversi dari minyak ke gas karena cadangan gas kita relatif lebih banyak dari minyak," tuturnya.
Sebagaimana disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis data ekspor impor untuk Maret 2021, impor minyak dan gas bumi (migas) Maret 2021 melonjak 74,74% (month to month) menjadi US$ 2,28 miliar dari US$ 1,30 miliar pada Februari 2021.
peningkatan nilai impor migas ini disebabkan oleh bertambahnya nilai impor minyak mentah sebesar 239,9% atau sebesar US$ 532,8 juta dan hasil minyak naik 58,61% atau US$ 448,7 juta.
Impor minyak mentah pada Maret 2021 naik 239,9% menjadi US$ 754,9 juta dari US$ 222,1 juta pada Februari 2021.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tingkatkan Produksi Migas, Digitalisasi Data Adalah Kunci!