
Melihat Peluang Ekonomi Tumbuh 7% di Tengah Seretnya Vaksin

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan pertumbuhan ekonomi nasional pada Kuartal II-2020 berada di atas 7%. Sejumlah ekonom optimistis hal itu bisa terealisasi.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, meskipun pemerintah mengumumkan akan terjadi keterlambatan pasokan vaksin Covid-19, namun pemerintah telah memenuhi kebutuhan pasokan dari berbagai sumber produsen. Artinya, pemulihan ekonomi itu, masih bisa terwujud.
"Jadi menurut saya, kita sudah jalan vaksinasinya, negara keempat terbesar yang bukan produser yang sudah melakukan vaksinasi cukup besar," tutur David kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (19/4/2021).
David mengusulkan, pemerintah juga bisa untuk mengantisipasi kelangkaan pasokan Vaksin Covid-19 dengan meminta produsen lain menambah pasokannya.
"Misalnya dari AstraZeneca berkurang, kita bisa minta dari produsen lain Sinovac, Pfizer, dan lain-lain untuk menambah. Jadi itu yang bisa jadi solusi," kata David melanjutkan.
Oleh karena itu, David optimistis pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II-2021 seperti yang diharapkan Jokowi untuk bisa tumbuh 7% bisa terealisasi. Pasalnya pemerintah sudah menempuh kebijakan yang konservatif.
Produk Domestik Bruto (PDB) RI, kata David juga akan terbantu oleh perekonomian China yang sudah mulai pulih, di mana pada Kuartal I-2021, pertumbuhannya mencapai 18,3%.
"Kalau track down ke belakang, naiknya ekonomi China itu paling nggak dari sisi ekspor berpengaruh positif. Jadi saya melihat akan ada dampak positif, kalau ekonomi China pulih lebih dulu," tuturnya.
Kebijakan Jokowi membentuk Kementerian Investasi, dinilai David juga sebagai salah satu jurus jitu untuk bisa membangkitkan ekonomi. Karena saat ini, kunci utama untuk ekonomi bangkit adalah investasi.
"Kalau bentuk kementerian, mereka bukan hanya eksekutor kebijakan, tapi juga bisa jadi pengambil kebijakan. Jadi, kalau ada kebijakan-kebijakan yang mengganggu Ease of Doing Business (EoDB) bisa segera diubah, bisa lebih lincah dalam hal kebijakan," ujar David lagi.
David pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2021 akan tumbuh positif, meskipun pada Kuartal I mendatang masih akan minus. Sementara Kuartal II-2021 David meyakini pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5% - 7%.
"Kuartal I kayaknya masih minus, karena tahun lalu masih normal. Kuartal II minimum 5% dan pemerintah 7% sampai 8%, bisa ke arah sana," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal. Kasus penularan Covid-19 di RI saat ini sudah berada on the right track. Karena infeksi sudah mulai melandai dan perekonomian juga sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Beberapa indikator tersebut, Faisal merinci. Pertama dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2021 sebesar 93,4 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 85,8.
"Setidaknya dari 2021 willingness to spend dari sisi indeks keyakinan konsumen dan kenaikan pembelian untuk produk-produk otomotif."
Keuda dari Purchasing Manufacturing Index (PMI) pada Maret, kata Fithra sudah tertinggi selama 10 tahun terakhir, yakni 53,2. Ditambah aktivitas ekspor-impor tetap surplus.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja ekspor impor Indonesia untuk bulan Februari 2021 yang mengalami surplus US$ 2,01 Miliar.
Nilai ekspor Februari 2021 mencapai US$ 15,27 Miliar atau naik 8,56% (yoy), sementara nilai impor Februari 2021 tercatat US$ 13,26 Miliar atau naik 14,86% (yoy).
"Ini tanda-tanda yang baik, kita melihat antara variabel kesehatan dan ekonomi cenderung berjalan beriringan," tuturnya.
Dalam mengantisipasi sisi pasokan vaksin Covid-19, menurut Faisal, pemerintah juga sudah bisa mengajak swasta untuk produksi vaksin domestik.
Secara keseluruhan, Fithra optimistis, pertumbuhan ekonomi Kuartal II-2021 di Indonesia kan tumbuh seperti yang diramalkan pemerintah yakni 7% sampai 8%.
"Sektor swasta perlu juga untuk kemudian melakukan penelitian-penelitian serupa untuk kemudian mendorong vaksin merah putih atau melakukan research dan development sendiri," jelasnya.
"Proyeksi ekonomi kuartal I, gak jauh-jauh dari 0%, saya rasa masih negatif. Tapi di kuartal II sepakat dengan hitungan pemerintah 7% sampai 8%," ujarnya melanjutkan.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mencengangkan! Ini Cerita Sri Mulyani Saat Masa Sulit Pandemi