1 Toko Tutup Tiap Hari di RI, Jujur Saja Ekonomi Masih Berat!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
16 April 2021 03:10
Minimarket Jakarta Boikot Produk Prancis (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi di awal 2021 masih berat, hal ini dapat dipantau dari sektor ritel. Sektor ritel, hari ke hari jumlah gerai ritel yang tutup bertumbangan. Nama-nama besar mulai dari Ramayana, sampai Giant jadi contohnya. Selebihnya masih banyak  yang bertumbangan karena tak kuat dengan tekanan pandemi.

Penjualan ritel di Indonesia masih mengalami kontraksi pada Februari 2021, baik secara bulanan (month-to-month/MtM) dan tahunan (year-on-year/YoY). Namun pada Maret 2021, diperkirakan mulai ada perbaikan.

Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Februari 2021 sebesar 177,1. Terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif 2,7% MtM. Secara YoY, kontraksinya mencapai 18,1%.

Namun data Februari 2021 sedikit lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Januari 2021, penjualan ritel tumbuh -4,3% MtM.

Ilustrasi Mal Blok M yang sepi pengunjung. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)Foto: Ilustrasi Mal yang sepi pengunjung. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan setiap harinya toko ritel di Indonesia yang tutup kian bertambah.

Menurutnya, toko yang harus tutup atau bangkrut ini disebabkan karena permintaan lemah di sektor konsumsi. Padahal konsumsi masyarakat sangat menentukan keberlanjutan usaha ritel.

"Setiap hari kami hitung dari sisi asosiasi, hampir 1 toko tutup setiap hari, di seluruh Indonesia termasuk di Bali," ujarnya dikutip Jumat (16/4).

Ia bilang pelaku usaha ritel yang harus gulung tikar dan menutup usahanya masih berlanjut di tahun ini. Sejak awal tahun hingga saat ini sudah ada 90 toko yang harus menutup usahanya.

"Kalau kita lihat 3 bulan ini kita sudah ada 90 toko yang tutup termasuk minimarket, supermarket, department store maupun juga tenant," katanya.

Kondisi ritel yang masih terpuruk ini di tengah ambisi pemerintah menargetkan ekonomi bisa loncar ke angka 7% pada triwulan II-2021.

Halaman Selanjutnya >> Ritel Tak Kuat Bayar THR

Pengusaha ritel termasuk yang tertekan berat pandemi, dengan adanya kewajiban THR dibayar penuh mereka mengaku tak semua kuat. Sehingga dibutuhkan ruang negosiasi dari pemberi kerja dan karyawan untuk menunda pembayaran THR atau skema mencicil.

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan tidak semua pengusaha mampu membayarkan THR dengan kondisi cash flow saat ini. Melihat perusahaan ritel saat ini masih terdampak pandemi dan mencoba bertahan .

"Kalau dipaksakan membayar akan menimbulkan masalah bagi perusahaan yang bersangkutan," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (16/4/2021).

Bisnis ritel saat ini masih dibatasi dengan adanya aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro dimana kapasitas keterisian ritel pada pusat belanja hanya 50% dan jam buka yang hanya hingga pukul 21.00.

Cash flow pengusaha sangat terganggu hanya berkutat untuk membayarkan kewajiban seperti gaji, bayar pemasok barang, sewa tempat, juga pajak pajak. Sementara belum ada uang berlebih untuk membayarkan THR.

"Saya kira butuh ruang negosiasi, jangan disamaratakan semua usaha bisa bayar THR, bagi yang sanggup itu wajib, tapi bagaimana yang tidak? Maka perlu ruang negosiasi untuk pembayaran THR, dimana karyawan juga tahu omzet toko saat ini," kata Tutum.

Tutum juga bicara mengenai stimulus dari pemerintah yang belum dapat dirasakan semua pelaku usaha. Dia mengaku dari stimulus yang ada beberapa anggota Hippindo juga belum bisa menjalankan bisnisnya secara normal.

Jadi jika pembayaran THR masih dipaksakan, Tutum mengatakan pemerintah bisa memberi ruang negosiasi atau memberi pinjaman lunak kepada pengusaha untuk membayar THR. Bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban THR.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular