'Mudik Dilarang Tapi Wisata Dibuka, Pemerintah Tak Konsisten'

News - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
15 April 2021 15:42
Petugas mengecek tiket keberangkatan penumpang di Stasiun Senen, Jakarta, (9/4/2021). Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melarang perjalanan kereta api (KA) antar kota dan KA perkotaan selama periode mudik Lebaran 2021. Ini menyusul menindaklanjuti larangan mudik Lebaran 2021 oleh pemerintah mulai 6 hingga 17 Mei 2021. Maryati 39th pulang lebih awal ke Magelang sebelum larangan mudik.   (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) Foto: Warga melakukan perjalanan dengan kereta api di Stasiun Senen, Jakarta, (9/4/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah mengenai adanya pelarangan mudik, tapi objek wisata tetap buka menuai kritik dari para epidemiolog di Indonesia.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono menilai kebijakan pemerintah tersebut tidak konsisten. Seharusnya kebijakan pembukaan destinasi pariwisata harus diikuti dengan kebijakan zona daerah di mana tempat pariwisata itu berada.

"Jadi, menurut saya memang kebijakan pemerintah tidak konsisten. Mall dibuka sampai jam 9 malam, tak ada pembatasan sosial. WFH kemudian hanya himbauan dan tidak disertai surat tugas," ujar Tri Yunis kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/4/2021).

"Dilarang mudik itu kan pembatasan sosial sedang, dicampur dengan buka wisata, itu malah pembebasan sosial. Negara ini tidak pernah konsisten. Karena mungkin pertimbangannya ekonomi," ujarnya lagi.

Oleh karena itu, menurut Tri Yunis sebaiknya pembukaan tempat pariwisata dibarengi dengan kebijakan zona masing-masing daerah dimana tempat pariwisata itu berada.

Misalnya tempat pariwisata itu berada di wilayah zona merah, maka otomatis tidak diperbolehkan buka.

Sementara kalau tempat pariwisata itu berada di zona orange, kuning, dan hijau diperbolehkan buka, tapi pengunjungnya harus benar-benar dibatasi dan dipastikan disiplin protokol kesehatan dan tidak membuat adanya kerumunan.

"Harus benar-benar diterapkan di setiap daerah, kabupaten, kota, memetakan itu semua. Tapi lebih ideal lagi seharusnya daerah atau kawasan wisata (para pengunjung) wajib melakukan PCR antigen," tuturnya.

Senada dengan Tri Yunis, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan kondisi pandemi saat ini memang harus diwaspadai adalah menghindari kerumunan.

Dikhawatirkan jika pariwisata dibuka pada saat libur lebaran, maka akan terjadi kerumunan. Hal ini tentu akan membahayakan adanya risiko penyebaran Covid-19.

"Jika dipastikan tidak terjadi kerumunan, kemudian masyarakat di tempat wisata menjalankan protokol kesehatan, (bisa) mengurangi risiko penularan," tuturnya.

Halaman Selanjutnya >> Kemungkinan Terjadinya Klaster Pariwisata

Kemungkinan Terjadinya Klaster Pariwisata
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading