RI Naikkan Produksi Batu Bara, Simak Untung - Buntungnya

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 April 2021 16:15
Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tak mau kehilangan momentum menaikkan target produksi batu bara di saat harganya sedang naik. Namun, kenaikan target produksi ini dikhawatirkan bakal mengganggu target transisi energi yang direncanakan pemerintah.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menaikkan target produksi batu bara dari 550 juta ton tahun ini menjadi 625 juta ton. Artinya, ada penambahan produksi sebesar 75 juta ton. 

Tambahan output tersebut nantinya tidak akan dikenai kewajiban penjualan ke dalam negeri atau domestic market obligation (DME) dan hanya berfokus pada ekspor.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.66.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri ESDM No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri Tahun 2021.

Tindakan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang wajar dalam prinsip ekonomi. Saat harga suatu barang naik, produsen mendapatkan insentif lebih untuk mendongkrak produksi guna memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. 

Itulah yang saat ini dilakukan oleh pemerintah RI saat ini. Peluang pasar batu bara global terutama di wilayah Asia Pasifik memang menggiurkan. China yang sedang bersitegang dengan Australia membuat posisi Indonesia sebagai produsen batu bara dunia diuntungkan. 

Tensi geopolitik kedua negara membuat China langsung mengalihkan impor batu baranya ke Indonesia dan menutup keran impor dari Negeri Kanguru. Namun di saat yang sama India yang sebelumnya bergantung pada batu bara RI kini beralih ke batu bara Australia. 

Terjadinya pergeseran di pasar ini akibat pandemi Covid-19. Di saat ekonomi China semakin menggeliat, tapi pasokan batu baranya tak mencukupi kebutuhan domestiknya, sehingga membuat harga batu bara lokal melambung. 

Sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia, kenaikan harga batu bara China membuat harga batu bara global juga terimbas naik. China yang sekarang lebih pro terhadap batu bara RI bahkan sudah menandatangani kerja sama untuk mengimpor 200 juta ton batu bara tahun ini, lebih tinggi dari biasanya 140 juta ton. 

Geliat ekonomi domestik dan prospek pemulihan ekonomi tahun 2021 diperkirakan bakal mengerek permintaan batu bara. Faktor kenaikan permintaan ekspor dan domestik inilah yang membuat pemerintah mengkalkulasi ulang angka target produksi. Sampai tahun 2024, produksi batu bara diperkirakan bakal meningkat.

Sebenarnya jika berbicara dari sudut pandang konsumsi, pasar domestik hanya menyerap 20% saja. Sisanya sebanyak 80% cenderung diekspor. Berdasarkan catatan Institute for Essential Services Reform (IESR), produksi batu bara RI terus meningkat sejak 2006 dan ekspor melesat 250% dalam waktu satu dekade. 

Sejak 2010 produksi batu bara RI cenderung lebih banyak daripada yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Tren ini bahkan terus berlanjut sampai saat ini. Sebenarnya ada beberapa kebijakan pemerintah yang cenderung mendorong peningkatan produksi batu bara di atas targetnya. 

Pertama adalah mudahnya mendapatkan izin untuk perusahaan tambang batu bara. Kedua adalah posisi batu bara sebagai salah satu komoditas strategis politik. Ketiga adalah kenaikan harga yang terjadi saat ini cenderung meningkatkan appetite para produsen untuk meningkatkan produksi.

Di Indonesia 98% batu bara digunakan untuk bahan bakar di pembangkit listrik sebanyak 85,5% dan sisanya digunakan untuk industri semen. Kenaikan konsumsi domestik juga terjadi seiring dengan penambahan pembangkit listrik serta naiknya konsumsi per unit listrik. 

Sebenarnya walau harga batu bara terangkat naik dan RI berencana untuk menaikkan produksi, permintaan global cenderung drop. Laporan IEA memperkirakan permintaan global tahun ini akan membaik, tetapi masih lebih rendah dari level 2019. 

Negara-negara barat terutama AS dan Eropa secara tegas terus menggencarkan aksinya untuk beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. 

Di bawah kepemimpinan Joe Biden, AS punya rencana ambisius untuk mendekarbonisasi ekonominya pada 2035. Ambisinya itu terlihat dari kembalinya AS ke Perjanjian Paris 2015, mengusulkan anggaran US$ 2 triliun untuk pembangunan infrastruktur yang fokus pada pemanfaatan energi ramah lingkungan. 

Bank-bank raksasa Jepang seperti Mizuho juga didesak oleh investornya untuk mengurangi bahkan menyetop penyaluran kredit untuk pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara. 

China dan India yang juga konsumen batu bara terbesar di dunia pun bakal beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan. Dalam jangka menengah dan panjang, tren permintaan dan harga batu bara akan terus menurun. 

Sekilas memang kebijakan untuk menaikkan produksi batu bara oleh pemerintah berbanding terbalik dengan tren global. Kebijakan ini cenderung bersifat jangka pendek.

Meski Indonesia juga terus menggenjot penggunaan energi alternatif lain seperti angin, tenaga surya, air hingga panas bumi dan melakukan hilirisasi batu bara, tetapi pangsanya masih sangat rendah dan jauh dari target yang ditetapkan dalam bauran energi di 2025.

Bahkan, capaiannya masih di bawah setengah dari target setelah bertahun-tahun diupayakan. Batu bara masih menjadi salah satu komoditas energi yang paling murah. Maklum, sumber dayanya melimpah di Tanah Air dengan cadangan mencapai 37 miliar ton dan berkontribusi terhadap 2,2% cadangan batu bara dunia.

Hanya saja peningkatan produksi yang ugal-ugalan tentunya harus diwaspadai karena selain bersifat destruktif terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan, juga bisa menjadi pengganjal rencana RI untuk menyongsong energi yang lebih bersih. 

Sebenarnya ketika permintaan di pasar benar-benar menurun dan harga drop seperti tahun 2015 dan 2020, produksi batu bara RI akan ikut menyesuaikan. Titik ekuilibrium akan kembali dicapai. 

Namun balik lagi soal peningkatan produksi batu bara, tidak hanya menyoal cuan tetapi juga rencana, impian serta keberlanjutan dari ekonomi jangka panjang itu sendiri. Sudah saatnya RI beralih dari mode ekonomi destruktif ke arah yang konstruktif. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular