
Sektor Hotel Hingga Pariwisata RI Masih Berdarah-darah

Jakarta, CNBC Indonesia - Hotel dan Pariwisata merupakan sektor yang terkena dampak paling parah dari pandemi Covid-19. Dua sektor ini sampai saat ini bisa dibilang kian kritis, ditambah dengan adanya kebijakan larangan mudik.
Gubernur Bali I Wayan Koster pekan lalu di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua OJK Wimboh Santoso dan para regulator lainnya mengemukakan bagaimana soal kondisi pariwisata Bali yang sangat terpuruk.
Pariwisata yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi di Bali, anjlok drastis karena tidak adanya wisatawan. Akibatnya produk domestik regional bruto (PDRB) Bali terkontraksi hingga -12,21% pada 2020.
"Ini paling buruk dalam sejarah. Terbesar dampaknya bagi Bali dan para pelaku usaha pariwisata dan pendukungnya," ujar Wayan Koset dalam acara "Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional - Temu Stakeholders" di Bali, dikutip Kamis (15/4/2021).
Wayan Koster dalam kesempatan itu juga meminta keberpihakan pemerintah pusat kepada Provinsi Bali. "Yang kami inginkan kebijakan spesial dari pusat ke Bali. Pertama fiskal spesifik," imbuhnya.
Dari pelaku usaha, Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan bahwa saat ini pelaku di industrinya sudah mati-matian dengan prediksi sektor pariwisata anjlok selama lima bulan.
"Masuk Januari okupansi hotel terjun ke 30%, tadinya meningkat 50% di Desember. Itu diperparah Februari dan Maret, minggu depan bulan puasa lalu lebaran, ini lima bulan lebih diproyeksikan sepi. Nggak ngerti lagi cara bertahan sementara susah cari napas sisa untuk bertahan," ujarnya.
Lima bulan awal sepi karena di awal tahun biasanya memang menjadi low season. Sebelum masa pandemi pun, pengusaha tidak terlalu berharap meningkatnya okupansi pada momen-momen ini.
Selain itu, dari acara pemerintahan pun saat ini sudah sangat sedikit, bahkan sudah hampir tidak ada karena adanya perbedaan cara mengadakan rapat.
Dengan lebih mengandalkan liburan masyarakat, maka kemampuan daya beli yang menjadi penentu utama. Jika daya beli menurun, maka kebutuhan untuk liburan juga ikut. Namun, terlalu banyak di rumah membuat sebagian masyarakat memilih untuk menghabiskan liburan.
Dihubungi terpisah, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga tak menampik adanya pelarangan mudik memang sangat berpengaruh terhadap sektor transportasi dan pariwisata.
"Tapi kan ini tujuannya adalah untuk meredam penurunan (penularan) virus corona. Jadi dari kita konsekuensi saja," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Oleh karena itu, Arya berharap sektor hotel bisa bangkit melalui para wisatawan lokal. Misalnya masyarakat Bali bisa berlibur dan menghabiskan waktu di hotel-hotel atau villa yang ada Bali. Begitu juga dengan daerah lainnya.
Arya sepakat jika ada usulan mengenai diperbolehkannya orang sudah selesai melakukan vaksinasi Covid-19, untuk melakukan travelling atau berpergian.
"Untuk masalah vaksin bebas wisata itu kan kebijakan bukan di kita, kebijakan di pemerintah. Jadi kita ikuti saja apa yang sudah berlaku dan memang tujuannya baik untuk kesehatan masyarakat."
"Selama menjadi regulasi dari pemerintah bidang kesehatan kita pasti ok," tutur Arya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wisata Mulai Dibuka, Pengusaha Hotel Tak Langsung Gairah!