Tender Listrik Blok Rokan Capai Rp 4,2 T, PLN: Ini Gak Wajar!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
08 April 2021 17:43
Pertamina Hulu Rokan manfaatkan suplai listrik dari PLN untuk Blok Rokan. Doc Pertamina
Foto: Pertamina Hulu Rokan manfaatkan suplai listrik dari PLN untuk Blok Rokan. Doc Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Proses transisi Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina (Persero) ternyata tidak mulus-mulus saja. Selain produksi yang harus dijaga agar tidak anjlok, kelistrikan kini juga ternyata menjadi masalah.

Selama ini PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang menjadi pemasok kebutuhan listrik di Blok Rokan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Chevron Standard Limited (CSL) sebagai satu grup Holding Chevron.

Manajemen PT PLN (Persero) pun keberatan dengan tender dalam pengalihan aset pembangkit listrik yang ada di Blok Rokan tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan, Bob Saril.

Bob menyebut nilai aset yang ditawarkan mencapai lebih dari US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$). Nilai tersebut jauh dari nilai beli pada 20 tahun lalu sebesar US$ 190 juta atau setara Rp 2,66 triliun kurs saat ini. Nilai aset yang ditawarkan menurutnya tidak wajar.

"Kita gak ingin tiba-tiba US$ 300 juta. Sedangkan nilai beli US$ 190 juta yang kita dapat 20 tahun lalu mau dijual US$ 300 juta gak kira-kira tanda kutip," ungkapnya dalam Webinar Pengamanan Aset Negara dan Keberlanjutan Pasokan Listrik di Blok Rokan, Kamis, (08/04/2021).

Bob bahkan menyebut jika proses tender ini tidak adil. Ada hal yang sengaja ditutup-tutupi sehingga mendapatkan nilai yang tinggi.

"Dan proses tender dijalankan secara tidak fair. Sengaja ditutupi untuk dapat nilai yang tinggi sebagai bangsa Indonesia ini adalah aset yang sudah dimanfaatkan," sesalnya.

Lebih lanjut dia mengatakan PLN mengikuti proses tender lelang di mana MCTN menggunakan jasa konsultan keuangan JPMorgan. Proses sudah tahap dua dan saat ini posisi due diligence (uji kelayakan).

"Walau kesempatan dibatasi, terbatas sekali pengertian terbatas sekali masa due diligence gak masuk akal 5 jam cuma satu hari," ucapnya.

Bob menegaskan skema business-to-business (B2B) harus dilandasi oleh fairness, karena yang akan dijual adalah aset bukan kesempatan, sehingga harga yang ditawarkan tidak masuk akal.

"B2B harus dilandasi bisnis fairness yang dijual barang-barang yang diumumkan ini adalah aset yang akan dijual, bukan kesempatan, sehingga harga yang ditawarkan itu gak masuk akal sampai di atas 300 juta dolar AS. Jadi pertama tentu saja, harapan kita sangat setuju, kita ikuti proses, dukungan kita [adanya] kewajaran. PLN 100% milik negara, digunakan milik negara juga yang harus dipertanggungjawabkan.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article SKK Migas Ramal Lifting Blok Rokan Rerata 165.000 bph di 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular