
Kuartal I Tak Tercapai, Target 1 Juta Barel Masih Realistis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030. Sayangnya, hingga kuartal I-2021 produksi dari minyak dan gas (migas) belum mencapai target yang ditetapkan.
Hal ini pun menimbulkan pertanyaan, apakah target 1 juta bph masih realistis?
Menanggapi hal ini, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Fataryani Abdurahman menegaskan target 1 juta barel secara teknis masih sangat mungkin dicapai. Data-data soal langkah mengejar produksi 1 juta barel sudah dimiliki SKK Migas.
"Target 1 juta barel secara teknis sangat mungkin terjadi, karena data-data sudah kita punya," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Kamis, (08/04/2021).
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengejar target 1 juta barel. Seperti mempertahankan produksi eksisting, memaksimalkan produksi eksisting, dan mendorong reserve to production.
"Reserve to production jadi yang tadinya lapangan-lapangan yang sudah ditemukan tidak diproduksikan akan kita coba usahakan segera produksikan," jelasnya.
Upaya lainnya melalui Enhanced Oil Recovery (EOR), baik chemical, water-flood (injeksi air), dan lainnya. Terakhir yang harus didorong adalah eksplorasi.
"Kuncinya adalah bagaimana supaya keekonomian kalau marginal, kalau yang besar gampang yang marjinal bisa kita kembangkan dengan stimulus," kata Fataryani.
Dia menambahkan SKK Migas bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja keras memperbaiki sistem fiskal.
"Misalnya sektor terkait pajak, sewa aset akan kita kurangi agar pendapat KKKS meningkat," tegasnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut target produksi minyak sebesar 1 juta bph pada 2030 yang ditetapkan pemerintah bagaikan mimpi. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Kardaya Warnika mengatakan, dia sudah melakukan diskusi dengan semua pihak, termasuk perusahaan minyak dan gas bumi (migas).
Menurutnya, rencana ini tidak ditunjang dengan upaya yang logis. Dia menyebutkan, kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) yang merupakan salah satu upaya mengejar target 1 juta bph seperti di lapangan Minas, Blok Rokan tidak akan ekonomis jika harga minyak di bawah US$ 70 per barel.
"Rencana itu tidak ditunjang dengan hal yang logis, misalkan saja akan produksi EOR, EOR yang utama akan didukung. EOR proses produksi minyak yang paling mahal, misal (harga minyak) Minas kurang dari US$ 70 per barel, jadi tidak ekonomis," ungkap Kardaya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (08/02/2021).
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Revisi UU Migas Dikejar, SKK Migas Terancam Bubar