
Sudah 50 Tahun RI Garap Nuklir, Tapi Tak Berani Punya PLTN

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sampai hari ini belum memanfaatkan nuklir sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik. Padahal, Indonesia sudah punya nuklir sejak hampir 50 tahun lalu.
Hal tersebut disampaikan oleh Djarot Sulistio Wisnubroto, Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Soal pemanfaatan nuklir, Djarot menyebut uji kelayakan (feasibility study/ FS) sudah dilakukan di beberapa daerah seperti Jepara, Bangka dan Kalimantan Barat (Kalbar).
"Saya kira nuklir itu sejarahnya di Indonesia sudah hampir 50 tahun," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (22/03/2021).
Menurutnya, di dunia saat ini ada sebanyak 440 reaktor nuklir yang beroperasi di 32 negara dan porsinya mencapai 10,1% energi di dunia. Di Indonesia, menurutnya ada beberapa lokasi yang bisa dimanfaatkan untuk membangun PLTN, terutama di daerah yang tidak rawan gempa.
"Sering mengatakan ini daerah-daerah gempa, cari daerah-daerah di Kalimantan, di Bangka, dan lain-lain, itu siap. Kita siap dari berbagai faktor," jelasnya.
Dia mengakui, PLTN memiliki sisi positif dan negatif yang tak bisa diabaikan. Sisi positifnya adalah PLTN memiliki emisi karbon yang rendah dan bisa dijadikan penopang beban dasar (base load) pembangkitan listrik.
Tidak seperti pembangkit energi baru terbarukan (EBT) lainnya yang jumlah energinya akan bergantung pada cuaca dan kondisi tertentu, misalnya energi surya (matahari), serta terbatas periode waktu, PLTN menurutnya tidak bergantung pada cuaca dan bahkan usianya bisa mencapai 60 tahun.
Namun dari sisi negatifnya adalah psikologis masyarakat yang membayangkan nuklir sebagai senjata serta kekhawatiran masyarakat bila terjadi kebocoran.
Kalau pun pemerintah telah mempertimbangkan hal-hal tersebut dan memutuskan setuju untuk membangun PLTN, maka bukan berarti serta merta PLTN dapat segera terbangun. Menurutnya, dibutuhkan waktu setidaknya sekitar 10 tahun sejak pemerintah menyetujui pembangunan PLTN hingga beroperasi.
"Jika go nuklir dijalankan 2021, maka kemungkinan terbangun paling cepat pada 2031," ungkapnya.
"Titik lemahnya, faktor utamanya yaitu kekhawatiran masyarakat. Tapi jajak pendapat tahun 2016 dengan 4.000 responden 77% dukung PLTN," imbuhnya.
Pemanfaatan PLTN di setiap negara memiliki spesifikasi yang berbeda, misalnya saja di Tiongkok yang berbeda dengan Amerika maupun Eropa karena tergantung dari seismologinya. Dia menyebut, Jepang telah membuktikan teknologinya tahan gempa.
"Apakah sumber daya manusia kita mampu? Kita bisa desain, juga desain reaktor eksperimental. Jadi, pengalaman menunjukkan bahwa orang Indonesia mampu dan berpengalaman dalam perakitan reaktor," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jalan Panjang RI Untuk Cicipi Energi Nuklir