
Ada Risiko Ini, IMF Beri Ramalan Baru Ekonomi Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski tanda-tanda penguatan ekonomi global telah muncul, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa risiko-risiko signifikan masih akan dihadapi pada waktu-waktu mendatang, termasuk di dalamnya risiko strain baru virus corona (Covid-19).
Dikutip Reuters, Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF Geoffrey Okamoto mengatakan bahwa pada awal April bahwa IMF akan memperbarui perkiraan Januari untuk pertumbuhan global sebesar 5,5% akibat pengeluaran stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS).
"Prospek keseluruhan tetap 'sangat' tidak pasti," kata Okamoto, menambahkan bahwa ia melihat masih tidak jelasnya berapa lama pandemi akan berlangsung dan akses ke vaksin yang masih belum merata, dikutip Senin (22/3/2021).
Dalam pidatonya di China Development Forum, Okamoto menyuarakan keprihatinan tentang pertumbuhan divergensi antara negara maju dan pasar berkembang, dengan sekitar 90 juta orang terlihat jatuh di bawah ambang kemiskinan ekstrem sejak pandemi dimulai.
Okamoto mengatakan China telah pulih ke tingkat pertumbuhan sebelum pandemi di depan semua negara besar, meskipun konsumsi swasta masih sedikit tertinggal dan investasi juga mengalami penurunan.
Di luar China, katanya, ada tanda-tanda mengkhawatirkan akan melebarnya kesenjangan antara negara maju dan pasar negara berkembang.
IMF sendiri memproyeksikan bahwa pendapatan kumulatif per kapita di negara-negara berkembang, tidak termasuk China, antara tahun 2020 dan 2022 akan menjadi 22% lebih rendah daripada waktu pra-pandemi. Hal ini otomatis akan mendorong lebih banyak orang ke dalam jurang kemiskinan,.
Okamoto mengatakan beberapa negara juga memiliki sedikit ruang untuk meningkatkan pengeluaran untuk memerangi pandemi dan mengurangi dampak ekonominya, terutama negara berpenghasilan rendah dengan tingkat utang yang tinggi.
Ia mengatakan kondisi keuangan yang lebih ketat dapat memperburuk kerentanan di negara-negara dengan hutang publik dan swasta yang tinggi, mengutip kenaikan imbal hasil obligasi baru-baru ini yang dipicu oleh ekspektasi pasar akan penarikan stimulus moneter sebelumnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 4,3%
