
Kalah Dari Nelayan NTT, PTTEP Pikirkan Banding di Pengadilan

Jakarta, CNBC Indonesia- PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd (PTTEP AAA), mempertimbangkan untuk banding setelah pengadilan Australia menyatakan perusahaan ini kalah dari gugatan nelayan asal NTT.
"PTTEP AAA akan mempertimbangkan dengan bijak putusan tersebut serta jalur banding yang tersedia untuk itu," tulis pernyataan resmi perusahaan pada Sabtu (20/3/2020).
Dalam siaran pers tersebut, PTTEP AAA menyatakan pada 19 Maret 2021, hakim Pengadilan Federal Australia telah memberikan keputusan terhadap gugatan kelompok petani rumput laut dan nelayan asal NTT.
Hal ini terkait tumpahan minyak dari lapangan Montara yang dioperasikan PTT Exploration and Production (PTTEP), perusahaan minyak dan gas bumi asal Thailand, di lepas landas kontinen Australia pada 2009 lalu.
Hakim Pengadilan Federal untuk kasus ini, David Yates, mengatakan tumpahan minyak tersebut menyebabkan kerugian secara material, menyebabkan kematian dan rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian para petani.
"Perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), selaku tergugat menyatakan sedang mempertimbangkan untuk naik banding," ungkapnya, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (19/03/2021).
Dalam putusannya, dia menyebut PTTEP tidak menyanggah bukti bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara. Oleh karena itu, perusahaan mendapat hukuman memberi ganti rugi sebesar Rp 252 juta (AU$ 22.500) kepada penggugat utama dari gugatan kelompok tersebut.
Putusan ini disambut baik oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia mengatakan, mulanya Satuan Tugas dibentuk oleh Kemenko Marves pada Agustus 2018.
Sebelumnya, Satgas yang saat itu dipimpin oleh Purbaya Yudhi Sadewa, bertugas menyatukan pandangan pemerintah dan nelayan di Laut Timor yang menjadi korban tumpahan minyak tersebut.
"Kami mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar kami punya dasar yang kuat di pengadilan. Setelah itu, Satgas datang berdialog dengan otoritas terkait tentang kasus ini, serta mendukung secara maksimal gugatan yang diajukan masyarakat NTT ke pengadilan federal Australia," ungkap Purbaya yang kala itu menjabat Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim.
Purbaya menyebut, data yang dikumpulkan Satgas untuk menjadi dasar tuntutan tersebut adalah data dari citra satelit LAPAN, data sampel minyak di Pulau Rote.
Data kualitas air serta data dari dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat di wilayah Timor Barat. Satgas juga membantu koordinasi pengiriman ahli-ahli dari lembaga peneliti terkemuka di Indonesia untuk menjadi saksi di sidang pengadilan di Australia.
"Kasus ini amat penting untuk Indonesia. Kemenko Marves melakukan koordinasi secara maksimal untuk memastikan segala sumber daya yang ada untuk dijadikan dasar gugatan, agar masyarakat NTT menang di pengadilan Australia," kata Purbaya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), meledak di lepas landas kontinen Australia.
Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi.Satgas menemukan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara.
Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanone yang juga anggota Satgas mengatakan ia sudah dihubungi oleh pengacara yang mewakili di Pengadilan siang tadi.
"Saya menyambut baik putusan pengadilan ini. Selanjutnya kami sedang menunggu sikap dari PTTEP," katanya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Australia Menangkan Gugatan Nelayan NTT soal Tumpahan Minyak
